Jurus Jitu Oknum Legislator dan Permainan Pagu

Kamis 27-06-2019,12:36 WIB
Reporter : Syaifuddin
Editor : Syaifuddin

Bagi yang berpengalaman sebagai perantara (calo) maupun orang tua siswa, pendaftaran masuk sekolah negeri lewat ‘jalur tikus’, dan mencari peluang menembus jalur ilegal itu bisa dibilang gampang-gampang susah. Terlebih yang terjadi pada pencarian jalur tersebut di tahun ini, mereka harus benar-benar jeli, kapan harus bergerak dan kapan pula untuk wait and see. Seperti pada tahun ini, prosesnya lebih berbelit dan berbeda jauh dengan tahun kemarin. Dengan format zonasi, peluang menembus jalur tikus lebih sulit meski masih saja ada celah. Nah, peluang yang cukup minim inilah yang masih diburu oleh orang tua siswa yang memiliki asa besar agar anaknya bisa mendapatkan bangku-bangku ‘berduit’ itu. Seperti diketahui, selain penerimaan peserta didik baru (PPDB) secara online, proses untuk bisa diterima di SMP dan SMA/SMK negeri di Surabaya ini juga melalui jalur offline, yakni dengan mendaftar langsung ke sekolah yang diinginkan. Jalur offline inilah yang kerap dimainkan oleh para oknum untuk memasukkan siswa titipan. Yakni melalui jalur prestasi, jalur mitra warga, dan perpindahan tugas orang tua (mutasi). Celah inilah yang masih dapat dimanfaatkan oleh para orang tua untuk bisa mendapatkan bangku di sekolah yang diinginkan bagi anaknya. Hal ini tentu melibatkan dinas pendidikan, sekolah, dan anggota dewan. Orang tua murid meminta rekomendasi dari kalangan anggota dan pimpinan dewan. Banyak orang tua yang meminta surat rekomendasi dari pimpinan dewan yang ditujukan kepada kepala dinas pendidikan (disdik) dan ditembuskan kepada kepala sekolah. Seperti diakui salah satu warga Gayungsari yang bisa mendapatkan jatah bangku di salah satu SMA negeri di wilayah Surabaya Selatan melalui jalur mitra warga. Padahal secara ekonomi dirinya tergolong warga mampu karena punya rumah dan mobil pribadi. Namun, anaknya ingin bersekolah di SMA negeri ketika pengelolaannya masih di bawah Pemkot Surabaya. “Jalur PPDB ada batasan tertentu, tapi kalau japres, mitra warga, dan mutasi, ini yang bisa diatur dan dimanfaatkan. Rekomendasi atau titipan bisa dari pejabat pemerintahan atau partai politik melalui dewan. Nah, kalau tahu ada siswa titipan maka verifikasi tanpa pengecekan yang sebenarnya, tapi diatur,” kata sumber Memorandum ini. Sumber Memorandum ini menceritakan, awal prosesnya dengan menyerahkan berkas pendaftaran ke sekolah yang dituju setelah proses PPDB rampung. Lalu dibawa ke kantor disdik. Setelah disetujui lalu didistribusikan sesuai sekolah yang dituju. Setelah itu melakukan daftar ulang. “Hanya saja tidak ada imbalan sama sekali karena mungkin saya simpatisan parpol. Daftar ulang dan membayar biaya sesuai dengan siswa yang lain. Masuk sekolahnya pun sesudah masa orientasi sekolah,” kata pria berambut ikal ini. Pihak sekolah pun seolah tak berdaya dengan arahan dari dinas pendidikan. Salah satu sumber di sekolah pun mengungkapkan bahwa untuk verifikasi siswa jalur mitra warga pun bisa disiasati. “Semuanya bisa diatur asal ada petunjuk dari diknas,” kata dia. Menurut dia, bangku kosong merupakan sisa pagu ketika pelaksanaan PPDB selesai. Formasi pagu siswa di masing-masing sekolah telah terisi. Namun, dalam perjalannya pasti ada siswa yang karena sesuatu hal tidak daftar ulang atau mengundurkan diri. Sisa pagu inilah yang dimainkan oleh oknum di dinas pendidikan maupun sekolah. Sumber Memorandum lainnya yang pernah menjabat anggota dewan ini menyampaikan, tak menutup kemungkinan pihak sekolah yang sudah memenuhi batas pagu disinyalir terpaksa harus mengurangi jatah siswa yang semestinya diterima dengan tujuan untuk memasukkan siswa titipan tersebut. "Itu sudah menjadi budaya (siswa titipan, red). Anggota dewan punya jatah membawa puluhan siswa yang dititipkan ke beberapa sekolah dengan imbalan sejumlah uang," ujar dia. Modusnya, misalkan pagu di sekolah A itu 40 siswa, pihak sekolah tidak melaporkan sejumlah itu, tapi hanya 32. Sisanya dijual atau untuk menampung siswa titipan anggota dewan atau para pejabat. Dan, siswa titipan ini umumnya tidak langsung masuk pada hari pertama masuk sekolah atau saat layanan orientasi sekolah (LOS). Mereka baru masuk beberapa hari kemudian. Alasannya, anak pindahan dari sekolah luar," ungkap dia. (bersambung/tim)              

Tags :
Kategori :

Terkait