Istri Perdana Direbut, Istri Sambung bak Kim Kadarsian

Rabu 26-06-2019,09:24 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Setelah cerai dari istri pertama, Furi (46, nama samaran) memutuskan menjalin rumah tangga vs Nia (44, juga nama samaran). Furi mempercayakan penuh kepengasuhan buah hatinya vs istri pertama kepada Nia. Pernikahan baru berjalan tiga tahun, Furi mendapati kenyataan bahwa Nia bukan istri dan ibu yang baik. Penghasilannya tidak jelas dikemanakan dan anak Furi dari istri pertama sering diperlakukan kasar. “Saya kira dia baik dan mau mengurus anak-anak. Soalnya, sebelum menikah, dia akrab banget sama anak saya, Malah (bukan nama sebenarnya),” ujar Furi di ruang tunggu Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, baru-baru ini. Menurut Furi, kisah cintanya bersama Nia berawal ketika keduanya sama-sama sedang mencari pendamping hidup via biro jodoh di sebuah media sosial (medsos). Memiliki nasib sama, duda dan janda yang masing-masing memiliki satu anak ini cepat akrab. Timbullah chemistry (kecocokkan) di antara mereka. Status sosial keduanya tidak begitu njomplang. Furi yang berasal dari keluarga priyayi—ayahnya menjadi staf kantor kecamatan, sementara Nia terlahir dari keluarga pedagang kelas menengah. Nia anak pertama dari empat bersaudara. Dia cerai dari suami karena faktor ekonomi. Furi mendekati Nia karena menilai perempuan tersebut bisa menggantikan posisi istri pertamanya yang dibawa kabur lelaki lain. Melalui liku-liku yang tidak begitu ruwet, terjalinlah rasa sayang imbal balik di antara mereka. Furi yang baru dipromosikan ke posisi lebih tinggi di salah satu perusahaan swasta tampil percaya diri dan meyakinkan. Pada kopi darat awal keduanya, mereka masih malu-malu. Entah karena jaim atau memang grogi, Furi maupun Nia lebih banyak diam dan bicara seperlunya. Tapi setelah bertukar kontak, komunikasi yang intens terjalin di antara mereka. Bak remaja yang sedang dimabuk cinta, Furi dan Nia bertelepon-teleponan setiap waktu. Sampai suatu hari, ketika mereka saling curhat tentang kehidupan masing-masing, Furi mengeluarkan isi hati. Ia ingin segera menikahi Nia. Tapi, apa jawaban perempuan itu? Nia bercerita bahwa sebelumnya beberapa lelaki sempat mengisi hatinya, bahkan sampai datang ke rumah. Walau begitu, tidak ada satu pun dari mereka yang jadi menikahinya. Katanya, semua menyerah pada tahap akhir lantaran tak mampu menyanggupi keinginan mahar yang diajukan keluarga Nia. Keluarga minta mahar yang amat tinggi. Ini berhubungan dengan kebiasaan di keluarga besar Nia yang berasal dari luar Jawa. Sudah beberapa lelaki tertolak karena alasan mahar. “Lama-kelamaan rupanya keluarga Nia sadar, dengan memasang mahar tinggi, anaknya yang janda tidak laku-laku,” kata Furi. Beruntung dia datang pada saat yang tepat. Ketika keluarga Nia sudah tidak mempersoalkan nilai mahar. Segera setelah lamaran, pernikahan segera digelar. Mengikat janji sehidup semati, Furi dan Nia resmi menjadi sepasang suami-istri. “Alhamdulillah. Nia memang cantik. Meski janda, penampilannya kayak gadis virgin aja,” puji Furi. Menurut Furi, Nia memiliki kecantikan di atas rata-rata. Kulitnya putih bersih bak gula pasir tertimpa sinar matahari. Lekuk tubuhnya indah bak silhuet Kim Kadarsian berjemur di Pantai Kuta. Profil wajah dan gerak-geriknya lemah lembut bak putri Keraton Solo sedang menari Serimpi. Semua serba mangagumkan. Menimbulkan rasa penasaran bak pengunjung rumah makan menunggu hidangan. Itulah yang dirasakan Furi ketika duduk di kursi pelaminanan. Maka begitu resepsi usai, Furi bergegas masuk kamar pengantin. (bersambung)  

Tags :
Kategori :

Terkait