DPRD Surabaya Prihatin Rusunawa Tak Optimal dan Masih Konvensional

Rabu 17-03-2021,12:13 WIB
Reporter : Aziz Manna Memorandum
Editor : Aziz Manna Memorandum

Surabaya, memorandum.co.id - Terkait seruan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi yang ingin mendata ulang Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), tidak lain salah satunya karena adanya temuan di mana ada warga yang sudah berpendapatan lebih dari Rp 7 juta namun masih menempati Rusunawa. Komisi A DPRD Surabaya melihat itu prihatin, sebab rusunawa yang dikhususkan bagi warga MBR hingga saat ini memiliki daftar tunggu yang sudah mencapai 8 ribu warga. Imam Syafi'i, anggota Komisi A DPRD Surabaya menyebut, perlu adanya sistem yang jelas untuk mengatur daftar tunggu itu. Sehingga warga bisa memantau kapan giliran mereka datang. "Kita dari awal ingin mengajak agar sistemnya beralih ke digital, waiting list bisa dilihat lewat smartphone, dengan begitu nantinya bisa diakses dan dipantau warga yang berada di daftar tunggu secara real time," papar Imam Syafi'i, Rabu (17/3/2021). Sehingga menurutnya, tatkala nanti ada rusunawa yang kosong, ketersediaan itu dapat langsung diisi oleh warga yang sudah terdaftar di barisan teratas pada daftar tunggu. "Itu untuk langkah antisipasi. Karena selama ini yang terjadi, rusunawa dikatakan penuh tapi ada yang masih bisa memasukkan kenalannya untuk tinggal di dalam," bebernya. Terlepas dari soal daftar tunggu, Imam juga menyoroti terkait aturan tata kelola dan masa huni rusunawa yang tertuang pada Perda 2/2013 dan Perwali 05/2020, bahwa masa tinggal penghuni rusunawa hanya tiga tahun dan dapat diperbaharui dengan proses evaluasi. "Pemkot tidak perlu ngomong yang mampu ataupun tidak mampu, kan sudah ada aturan itu. Sehingga ketika penghuninya dievaluasi, itu bisa dilihat sudah berapa lama dia tinggal karena saya rasa maksimal 6 tahun," jelasnya. Di samping itu, dewan juga mengusulkan agar Pemkot cara berpikirnya jangan konvensional. Artinya, kekuatan Pemkot membuat rusunuwa dalam setahun bisa 2 tower dan 1 tower dari APBN tetapi tower tersebut umumnya hanya 4 atau 5 lantai saja. "Kita dari Komisi A sudah mengusulkan agar bisa lebih 5 lantai, bila perlu 10 atau 15 lantai. Namun Pemkot alasannya kalau lebih dari 5 lantai harus pakai lift," kata Imam. Padahal menurutnya, itu tidak menjadi masalah. Soal tarif bisa dikondisikan dan dibeda-bedakan. Dia mencontohkan lantai 5 ke atas akan dikenakan tarif lebih tinggi yang itu nantinya bisa dipakai untuk biaya perawatan gedung rusunawa. Selain itu, Imam juga menambahkan bahwa pemkot dapat menggandeng pihak swasta dalam membuat rusunawa. Itu dinilainya akan jauh lebih efisien dan warga yang tidak mampu bisa memiliki tempat tinggal lebih cepat. "Pemkot kan lahannya banyak. Saya yakin kalau ini dilakukan, itu akan mengurangi waiting list yang semakin lama bertambah terus," pungkasnya. (mg3)

Tags :
Kategori :

Terkait