Tertarik Pemuda Gemuk dan Humoris, kayak Doraemon

Sabtu 15-06-2019,11:07 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Menikah muda diharapkan Nia (25, bukan nama sebenarnya) bisa membahagiakan diri dan mengurangi beban orang tua. Karena itulah dia memutuskan mengakhiri masa lajang ketika usianya masih 18 tahun. Apa yang terjadi? Ternyata me-manage kehidupan rumah tangga bukanlah perkara mudah. Ada dua kepala yang harus disatupadukan dalam menghadapi permasalahan yang senantiasa muncul dan berkembang. Butuh komunikasi yang baik dan kesabaran mengatasi persoalan. Itulah yang dia rasakan. Pernikahan yang dibayangkan sangat indah ternyata penuh problematika. Walau begitu, Nia merasakan selalu saja ada jalan keluar setiap dihadapkan kesulitan. Hanya, kadang warga Tegalsari ini merasakan masalah yang dihadapi seperti tidak ada solusi. Hanya seperti. Saat menelepon Memorandum, dua hari lalu, hampir bersamaan dengan Setyawan Wahyudi, Nia mengatakan rumah tangganya nyaris kandas. Dan, dia sengaja bercerita untuk sekadar melepaskan beban di hati. Biar plong. “Terserah Mas Budi mau menuliskannya di koran atau tidak. Terserah,” kata Nia. Perempuan yang mengaku hanya jebolan SMA ini menjelaskan bahwa dia berasal dari keluarga pas-pasan. Ia sempat bekerja di Semarang. Di sanalah dia berkenalan dengan seorang pemuda, sebut saja Toni, yang kini menjadi suami. “Orangnya lugu. Humoris. Agak gemuk. Kayak Doraemon. Menyenangkan,” tutur Nia. Sebulan setelah perkenalan, Toni mengajak Nia pulang ke rumahnya di Sumatera. Mau diperkenalkan orang tua. Tapi, Nia menolak. Dia baru mau dibawa ke Sumatera kalau mereka sudah menikah. Toni kemudian jusru meminta ibunya datang ke Jawa. Ke Gunungkidul, tempat tinggal orang tua Nia. Melamar. Tidak membutuhkan proses lama, pernikahan mereka berjalan setelah mereka menjalin hubungan selama setahun. Waktu itu usia Nia baru 18 tahun, sedangkan Toni berusia 21 tahun. "Habis nikah, saya dibawa ke Sumatera. Di sana 18 bulan. Karena hamil besar, saya minta pulang sementara ke Gunungkidul karena nggak mau melahirkan di sana. Saya pengen prosesnya didampingi Ibu. Mas Toni ngotot tikut pulang ke Gunungkidul. Ya sudah," ungkap Nia. Pekerjaannya di perkebunan ditinggalkan begitu saja. Sama seperti proses saat pindahan ke Sumatera lalu, Toni juga meninggalkan pekerjaannya di pelabuhan tanpa pamit. Padahal, posisinya sangat lumayan. Di Gunungkidul, Toni menganggur. Tidak mudah mencari pekerjaan sebagaimana di Sumatera. Kerjanya hanya luntang-lantung. Nia sampai malu kepada kedua orang tuanya. Tak eloknya, Toni cuek saja. Nia sempat mengajak Toni pindah ke Semarang. Kontrak di sana dan kembali ke tempat kerja yang dulu. Toni tidak mau. Alasannya, di tempat kerjanya dulu banyak orang jahat. Dia tak mau menjadi seperti mereka. piSementara, biar Nia yang memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Nia sudah menelepon bos tempat kerjanya dulu dan dipersilakan kembali sewaktu-waktu. "Mas Toni banyak berubah. Malasnya minta ampun. Ini sangat berbeda dibanding dulu saat kami pacaran. Saya tertarik kepadanya ya karena keuletan dia dalam bekerja,” kata Nia. Ibu muda ini sempat berpikir negatif begini: apakah kemalasan Toni disebabkan dia telanjur nyaman karena segala kebutuhan dipenuhi keluarga Nia? Sebab meski hidup serba pas-pasan, keperluan sehari-hari mereka masih bisa dipenuhi hasil olah tani ayah Nia pada sebidang kecil lahan warisan. Atau ada faktor lain? Sebab, Nia merasakan pada waktu-waktu terakhir Toni dekat dengan tetangga mereka, sebut saja Kemala. Gadis ini bekerja di Surabaya yang kebetulan sedang liburan pulang kampung. Tapi masa iya? (bersambung)

Tags :
Kategori :

Terkait