Ada Sejak November 2020, Varian N439K Kebal Antibodi

Minggu 14-03-2021,14:37 WIB
Reporter : Syaifuddin
Editor : Syaifuddin

Surabaya, memorandum.co.id - Guru Besar Ilmu Biologi Molekuler Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof dr  Chairul Anwar Nidom menyebutkan, saat ini ada 48 kasus mutasi N439K di tanah air. Bahkan menurutnya, varian ini sudah terdeteksi sejak November 2020. "November lalu sudah ada di Indonesia, untuk yang terjangkit sudah ada 48 kasus. Saya juga terus mencari publikasi internasional terkait mutasi itu," ungkapnya saat dihubungi memorandum.co.id, Minggu (14/3/2021) pagi. Prof Nidom sapaan akrabnya menjelaskan, bahwa virus Covid adalah virus vorona yang memiliki sifat sangat cepat bermutasi. "Jadi kecepatan mutasi tidak bisa diimbangi oleh vaksin. Kecepatan penularan dan kematian dari mutasi belum bisa terukur di alam, kecuali di laboratorium," ujar Prof Nidom, yang sekaligus Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin Covid-19 ini. Prof Nidom memastikan varian N439K ini memiliki gejala yang sama dengan varian yang lain. Namun, N439K memiliki kemampuan untuk lebih menginfeksi seseorang dan memiliki daya ikat pada reseptor yang lebih kuat. "Untuk gejalanya tidak ada perbedaan. Kalau tingkat kematian belum pernah ada info, tapi memang bisa mengikat reseptor 2 kali lebih kuat daripada varian yang lain. Kalau varian B117 bisa diketahui karena telah diuji di lab, dan 70% lebih cepat untuk B117 Inggris dan P1 Brasil. Sedangkan varian B1351 dari Afrika selatan 300% lebih cepat," bebernya. Kecuali mutasi D614G, tambah Prof Nidom, pasalnya N439K memiliki kesamaan karena berada di dalam motif antibody-dependent enhancement (ADE) yang menyebabkan virus berkoalisi dengan antibody. "Jika mutasi N439K dikaitkan dengan kematian. Sebabnya adalah letaknya yang beredekatan dengan motif ADE. Yang paling disorot dari N439K adalah sifatnya yang resistan terhadap antibodi alias tidak mempan," papar Prof Nidom. Hal senada juga disampaikan Kepala Divisi Manajemen Krisis dan Kesehatan Mental SMCC Unesa, dr Nur Shanti Retno Pembayun. Varian yang membawa mutasi ini juga menunjukkan beberapa resistensi terhadap antibodi yang diambil dari pasien yang telah pulih dari virus. Menurutnya, ini menimbulkan kekhawatiran tentang kemampuan virus untuk menyebabkan infeksi berulang. Terbukti dari adanya pengikatan proporsi antibodi monoklonal dan sampel serum yang berkurang secara signifikan oleh N439K. "Serta yang paling penting, ternyata mutasi N439K ini memungkinkan pseudovirus menolak netralisasi oleh antibodi monoklonal yang telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA)," jelas dr Shanti. Pihaknya memastikan pemerintah selalu mewaspadai penyebaran mutasi virus corona tersebut. "Mutasi selalu dipantau oleh pemerintah, karena memang kita tahu bahwa mutasi itu selalu terjadi, dan memang itu karakter dari virusnya. Sejak awal pandemi Covid-19 sudah disampaikan bahwa memang negara harus memerhatikan terkait mutasi-mutasi virus ini," kata dr Shanti. Protokol kesehatan 5M, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas masih cara yang efektif untuk mencegah terjadinya penularan virus Covid-19, selain 3T (testing, tracing, treatment). "Kalau kemudian kita ada merasa gejala-gejala yang kita rasakan untuk segera mengetahui dan memeriksakan diri dan ditambah tentunya vaksin yang saat ini kita ketahui vaksin juga merupakan salah satu yang bisa membantu untuk kita melawan untuk menjadi tidak sakit," pungkas dr Shanti. (mg1)

Tags :
Kategori :

Terkait