Anak Perempuanku Berteman dengan si Cantik dari Dunia Lain (3)

Kamis 28-01-2021,10:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Des! Pukulan Telak Mendarat di Pipi Kanan sang Pemuda

Hendro menoleh ke atas. Mentik terlihat duduk di sebuah dahan pohon sambil tertawa-tawa ceria. Tangannya ditepuk-tepukkan. Riang. “Papa, lihat. Kapal Nabi Nuh sudah lewat,” kata Mentik sambil terus tertawa memandang mata bapaknya.   Ketika itulah Hendro seperti diingatkan bahwa dua-tiga hari sebelumnya Mentik pernah mengatakan kapal Nabi Nuh akan lewat. “Ternyata ini. Banjir. Betapa bodohnya aku,” kata hati Hendro sambil membantu Mentik turun dari pohon.   Yang juga dipikirkan Hendro, bagaimana bisa Mentik memanjat pohon setinggi itu. Dalam suasana banjir, lagi. “Dibantu Nawang? Tapi bagaimana caranya?” batin Hendro. Kepalanya mulai pening. “Ah, buat apa dipikirin. Yang penting semua selamat.”   Hendro mencoba melupakan kejadian itu. Dia yakin akan mudah. Ternyata tidak. Makin mencoba melupakan, makin kuat dia memikirkannya. Itu berlangsung cukup lama, sampai terjadilah peristiwa ini.   Suatu pagi satu di antara keponakan-keponakan Hendro yang tinggal bersama, sebut saja Toni, pamit hendak belajar bersama di rumah temannya. Karena ini berhubungan dengan perkuliahan, tentu saja diizinkan. Hendro bahkan memberi uang saku.   Namun sebelum Toni men-starter motor, Mentik muncul, kemudian memegangi kaki ayahnya, “Jangan percaya, Pa. Om Toni bohong.”   Hendro tersenyum dan mengelus kepala anaknya. “Ah… Om Toni baik kok. Ndak pernah bohong. Ya kan Ton?” kata Hendro. Toni balas tersenyum, kemudian ikut-ikutan mengelus kepada Mentik. Tapi Mentik menepisnya.   Hari itu Hendro ada acara di Tuban. Rapat kerja enam bulanan di sebuah hotel. Ketika tiba waktu isoma, Hendro bersama rekan-rekannya bersama-sama ke musala sebelum makan siang.   Saat itulah Hendro melihat seorang pemuda yang dari belakang terlihat mirip Toni. Hendro lupa waktu pamit hendak belajar bersama tadi Toni pakai baju apa. Pemuda itu menggandeng mesra seorang perempuan. Melihat cara jalan dan penampilannya dari jauh, tampaknya perempuan itu tidak muda lagi. Mereka masuk kamar dan Hendro segera melupakannya. Dia yakin pemuda tadi bukan Toni. Hanya mirip.   Lagi pula, tidak mungkin Toni kelayapan sampai ke Tuban, wong pamitnya belajar bersama. Paling rumah temannya hanya di seputaran kota. “Bersama seorang perempuan, lagi. Dan lebih tua. Khayal,” batin Hendro.   Selesai salat, Hendro makan di kafe hotel. Menu masakan khas pesisir mendapat apresiasi teman-temannya dari kota-kota lain. Saat hendak kembali ke ruang rapat itulah terjadi keributan di selasar kamar-kamar hotel.   Ada seorang lelaki paruh baya dengan emosi menggedor pintu kamar. Dua polisi perpakaian dinas yang berdiri di belakangnya berusaha menenangkan, tapi tidak dihiraukan.   Lelaki tadi malah lebih keras menggedor pintu kamar. Petugas hotel yang mencoba membantu membuka dengan kunci duplikat nggregeli. Kuncinya malah jotah-jatuh ke lantai. Hendro memperlambat jalannya karena ingin tahu apa yang terjadi. Dia pura-pura menjatuhkan HP.   Setelah pintu berhasil dibuka, Hendro melihat lelaki tadi mencengkeram krah baju seorang pemuda. “Kamu Toni, kan? Ya? Berani-beraninya kamu membawa istri orang?” Des! Pukulan keras mendarat di pipi sang pemuda. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email yulisb42@gmail.com. Terima kasih  
Tags :
Kategori :

Terkait