Berlibur ke Alam Kubur (Pengalaman Mati Suri Warga Mojokerto) (4 – habis)

Kamis 21-01-2021,10:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Menyusuri Kebun Bunga Bertanah dan Berlangit Oranye

Sesampai di rumah, kondisi Fitri kembali segar bugar. Bahkan tidak tampak tanda-tanda baru saja melalui kejadian menegangkan. Sekaligus menakutkan. Hayong teringat pengalamannya setelah lulus SMA.   Fitri pun ditanya apa saja yang dia rasakan selama tidak sadar, mati suri. Ternyata tidak sama dengan yang dirasakan Hayong. “Fitri merasa dijemput Kakek (ayah Hayong yang sudah meninggal 13 tahun silam, red). Diajak jalan-jalan ke tempat yang sangat indah. Penuh bunga sepandangan mata,” kata Hayong menirukan kata Fitri.   “Fitri melihat cahaya?” tanya Hayong.   “Cahaya? Tidak. Fitri hanya merasakan suasana saat itu sangat nyaman. Tanah dan langitnya berwarna oranye. Ada mendung tipis berarak-arak. Tapi warnanya tidak putih seperti kapas atau kehitaman seperti angus. Awan itu jingga bercampur biru samar.”   “Fitri memperhatikan itu?” tanya Hayong. “Ya. Indah sekali. Fitri ingin melukiskannya untuk Papa dan Mama.” “Fitri sayang Papa dan Mama?” kata Kakek seperti ditirukan Fitri dan ditirukan kembali oleh Hayong. Fitri mengangguk.   Kakek Fitri tersenyum. Dia menepuk punggung sang cucu sambil berucap, “Tuh, Papa dan Mama menunggu di balik kabut. Pergilah ke sana. Salam dari Kakek. Bilang, Kakek sangat sayang.”   Fitri pun berlari. Sebelum mencapai kabut, dia menoleh ke belakang untuk meng-kiss bye Kakek. Ketika itulah Fitri merasakan tubuhnya membentur sesuatu yang menyebabkannya jatuh dan kehilangan kesadaran.   “Saat Fitri membuka mata, Fitri melihat Mama dan Papa. Waktu itu terdengar suara sirine yang sangat keras. Meraung-raung menakutkan.”   Setelah itu kondisi kesehatan Fitri kembali prima. Dia kembali pada kehidupan sehari-harinya. Anak semata wayang ini bahagia bersama kedua orang tuanya. Namun, itu tak bertahan lama. Hanya sekitar enam bulan. Beberapa hari lalu Fitri tiba-tiba ambruk. Badannya panas. Suhu tubuhnya tinggi. Dia mengeluh pusing dan merasakan bumi seolah berputar-putar tanpa henti. Ketika memejamkan mata, putaran itu dirasakan semakin keras.   Fitri mencoba bertahan membuka mata dan berpegangan erat pada tepian ranjang. “Wajahnya terlihat seperti menyimpan ketakutan. Kayak lampu diskotek, mati dan menyala berselang-seling,” kata Hayong, kemudian mengarahkan kamera ke wajah Fitri.   Jujur Memorandum tidak tega melihatnya. Saat itulah, tiba-tiba bola mata Fitri tampak bak ditarik ke atas. Beberapa detik kemudian terdengar tangis bersahut-sahutan.   HP Hayong sepertinya terjatuh. Layar HP Memorandum tampak gelap. Hanya terdengar suara-suara. Pembicaraan tumpang tindih. Tidak jelas. Memorandum terus mendengarkannya hingga sangat lama. Kepo, ingin mendengar apa yang terjadi.   Entah pada jam keberapa, Memorandum mendengar suara wanita, sepertinya Intan, “Jangan. Pokoknya kita tunggu sampai sore, siapa tahu Fitri kembali bernapas.” Suara Hayong menyahuti, “Sabar, Mam. Anak kita sudah…” “Tidak ya tidak. Kita tunggu.”   Tiba-tiba sepi. Ternyata HP Memorandum lowbat dan mati. Beberapa menit kemudian, setelah men-charge HP, Memorandum menghubungi Hayong, tapi tidak aktif. Sampai sekarang Memorandum masih mencobanya tapi tidak pernah berhasil. (habis)     Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email yulisb42@gmail.com. Terima kasih  
Tags :
Kategori :

Terkait