Ulah Saudara Kembar sejak Sekolah hingga Menikah (4)

Rabu 23-12-2020,10:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Balas Dendam, Dodi Memaksa Pinjam Pakaian Dodi dan Wer…

Dodi akhirnya menyampaikan apa yang terjadi antara Lina dan dirinya. Wajah Dedi merebak merah. Marah. Dia berdiri dan melayangkan pukulan keras ke pipi kiri Dodi. “Kita belum impas,” kata Dedi sambil beranjak pergi. Tapi belum sampai lima langkah, dia balik mendekati Dodi dan mengangkat kerah baju saudaranya. “Lepas!” katanya keras. Suaranya meninggi. “Untuk apa?” tanya Dodi. Wajahnya langsung pucat membayangkan apa yang bakal terjadi, “Maafkan, aku Ded. Aku khilaf.” Dedi diam. Dia malah menyeret Dodi masuk toilet, lalu mencopot bajunya. Dia serahkan baju ke Dedi dan memaksa Dodi menyerahkan bajunya. Dengan muka masih membara dia kenakan baju Dodi. “Tunggu di sini. Jangan ke mana-mana, sampai aku kembali,” kata Dedi, kemudian wer... Dedi bergegas pulang, sedangkan Dodi menuju kafe dan duduk di pojok. Diam tanpa kata. Dodi bahkan menggeletakkan HP di meja dan menghempaskan tubuh ke sandaran sofa. Pikirannya melayang-layang. Dalam hati dia menyesal telah membuat pengakuan atas perbutannya terhadap Lina. Tapi, di sisi lain dia merasa lega menyampaikan pengakuan itu, sehingga tidak khawatir Dedi terlambat mengetahui tragedi itu. “Menunggu seseorang, Pak?” tanya seorang waiters yang cukup lama mengawasi gerak-gerik Dodi. Dodi tidak menjawab. Hanya tersenyum tipis, lalu buru-buru mengangguk. Matahari sudah lama tenggelam di ufuk barat, namun Dedi belum muncul. Sampai lewat pukul 21.00 bahkan belum ada tanda-tanda penampakan saudaranya itu. “Mungkin pesawat teman yang Bapak tunggu masih delay,” kata waiters tadi, yang tiba-tiba berdiri di sampaing Dodi. Dodi menoleh. Tidak menjawab. Diam. Hanya tersenyum tipis, lalu buru-buru mengangguk. “Tambah kopinya, Pak,” imbuh waiters tadi. Dodi masih tetap diam. Tidak menjawab. Hanya tersenyum tipis, lalu bubu-buru mengangguk. Saat itulah Dedi muncul. Wajahnya segar. Senyum lebar merebak dari bibirnya. “Ada apa?” tanya Dodi. “Kali ini idemu sangat bagus. Aku sangat fresh. Kapan-kapan harus kita agendakan ulang,” kata Dedi sambil menepuk pundak Dodi. Dodi kaget. Tidak menduga Dedi akan berkata seperti itu. Diam-diam dia melangkah mundur. Lalu… plak… sebuah pukulan deras mendarat di rahang kiri Dodi. “Sekarang kita impas,” kata Dedi, lalu mencoba mengajak tersenyum saudaranya. Dodi malah tegang. Masih merasakan ngilu dan nyeri akibat pukulan Dedi. Walau begitu dia berusaha tersenyum. “Begitulah. Setelah kejadian itu kami malah rutin mengagendakannya. Gila kan?” kata Dodi kepada Memorandum. Eloknya (atau justru biadabnya?), sesekali tukar pasangan itu berlangsung lebih dari setahun tanpa disadari Indah maupun Lina. “Variasi menu. Itu alasan kami selama menjalankan agenda jahiliyah itu,” tandas Dodi. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email yulisb42@gmail.com. Terima kasih  
Tags :
Kategori :

Terkait