Gresik, memorandum.co.id - Semenjak Covid-19 muncul di Indonesia Maret 2020 lalu, kegiatan belajar-mengajar (KBM) dialihkan menjadi daring. Terhitung sudah lebih dari 7 bulan, siswa-siswi di Gresik harus belajar di rumah. Hal itu berdampak pada kesehatan mental siswa-siswi. Dr. Mefi Windiastuti, Spkj, salah seorang Psikiater yang berpraktik di RSUD Ibnu Sina mengaku, selama pandemi pasien kalangan siswa meningkat, baik dari jenjang SD, SMP, SMA. "Selama pandemi ini saya merasakan kunjungan untuk melakukan konseling meningkat, utamanya bagi pelajar. Dan itu merata, tidak hanya dari Gresik kota," terang alumnus Universitas Airlangga itu, Rabu (25/11/2020). Keluhan yang dikosultasikan pun beragam, mulai dari anak SD yang jadi adiktif terhadap game, gangguan kecemasan karena tugas sekolah yang menumpuk, sampai keinginan bunuh diri karena merasa tertekan dengan tugas-tugas sekolah. "Dari contoh kasus yang saya tangani selama pandemi ini, banyak siswa yang memiliki gangguan kecemasan seperti takut melihat laptop, karena dibenaknya sudah terbayang tugas yang menumpuk. Ada juga kasus siswa SMA yang takut melihat seragam," terang Dr. Mefi. Gangguan kecemasan sendiri memiliki beragam tanda, semisal sulit tidur, berdebar-debar, merasa pusing dan mual, berkeringat dingin. Hal ini tentu perlu mendapat perhatian lebih, mengingat siswa-siswi ini yang nanti akan menjadi tonggak emas kemajuan Gresik. Untuk itu Dr. Mefi sangat menyarankan adanya komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, juga ketegasan sikap orang tua pada anak. Untuk mengurangi bahaya adiksi seperti game bagi anak SD misalnya, orang tua harus tegas memberi batasan waktu. Berapa jam anak boleh bermain. Membangun komunikasi yang terbuka. "Seperti mengganti kegiatan game dengan kegiatan lain yang disukai anak. Jadi anak tetap bisa menyalurkan energi yang berlebih dari dirinya," terang anggota IDI (ikatan dokter Indonesia) itu. Sementara bagi pelajar remaja, biasanya tingkat gangguan cemas dan stress disebabkan karena kesulitan menyelesaikan tugas daru sekilab ditambah tidak bisa memiliki akses bertanya langsung ke guru via tatap muka. "Bagi siswa SMA, yang mata pelajarannya terbilang sulit, seperti matematika, kimia hal itu akan membuat gangguan cemas terlebih pada siswa yang introvert," jelasnya. Namun keberlangsungan belajar dari rumah yang cukup lama ini, juga berdampak pada kebiasaan baru. Anak-anak yang sudah beradaptasi dan terbiasa sekolah dari rumah. Mereka terbiasa tidak dituntut mandi pagi, tidak memakai seragam. Hal ini akan menuntut adaptasi ulang ketika nanti PTM mulai diberlakukan. Perlu diketahui, di awal Desember nanti, Gresik akan memulai uji coba sekolah tatap muka. Dalam hal ini, Dr. Mefi juga sangat mewanti-wanti peran orang tua untuk memberi perhatian pada anak dan membantu mereka beradaptasi dengan kebiasaan baru lagi. (han/har)
Terlalu Lama Belajar dari Rumah, Kesehatan Mental Siswa Perlu Dijaga
Rabu 25-11-2020,12:32 WIB
Editor : Aziz Manna Memorandum
Kategori :