Surabaya, memorandum.co.id - Transisi menuju era new normal juga melanda dunia penegakan hukum di Indonesia. Termasuk di dalam penjara. Kapasitas penjara yang terbatas, kerap menjadi tantangan besar pelaksanaan prinsip individualisasi hukuman.
Guru Besar Sosiologi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Prof Dr Nur Syam MSi mengatakan, jangan sampai penjara di masa pandemi justru kian menjerumuskan tahanan. Apalagi sampai tidak memiliki efek reformatif.
"Untuk menghindari penumpukan tahanan, seharusnya negara fokus pada pengurangan arus masuk ke dalam penjara dan bukannya mengandalkan proses rehabilitasi pelaku dalam lingkungan penjara yang tertutup dan berbahaya," terangnya.
Menurut Nur Syam, perlu adanya reintegrasi sosial pelaku termasuk upaya mengalihkan mereka dari sistem peradilan pidana menuju langkah-langkah alternatif, seperti proses keadilan restoratif atau pengobatan yang sesuai.
"Jika kepadatan tahanan terjadi, penekanan khusus harus diberikan untuk melindungi hak asasi tahanan dan memberikan perhatian khusus pada jumlah ruang yang tersedia, kebersihan dan sanitasi, kebutuhan pangan, perawatan kesehatan, dan akses ke ruang terbuka bagi tahanan," jelasnya.
Bahkan pembatasan kontak tahanan dengan keluarga di masa pandemi, lanjut Nur Syam justru harus diakhiri. Sebab, itu untuk mengurangi dampak negatif dari tahanan yang memang butuh dukungan moril agar bisa kembali hidup normal.
Ada beberapa upaya yang dapat diambil untuk mengurangi dampak berbahaya dari overload penjara. “Bisa melapangkan ruang yang padat, membantu memperbaiki hubungan tahanan dengan keluarganya, dan meningkatkan aktivitas tahanan," papar Nur Syam.
Tetap Penuhi Hak Tahanan
Sabtu 10-10-2020,13:50 WIB
Editor : Aziz Manna Memorandum
Kategori :