Ketika Wakil Rakyat Curi Kedaulatan Rakyat

Sabtu 10-10-2020,11:11 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh Arief Sosiawan Pemimpin Redaksi   Awal Oktober 2020. Tepatnya lima hari terakhir dalam pekan ini, di beberapa kota besar negeri ini ramai-ramai rakyat berdemo. Rakyat yang kini masih dibelit kesusahan akibat pandemi Covid-19 itu dipaksa harus turun ke jalan. Berunjuk rasa! Rakyat marah atas diberlakukannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Undang-undang yang secara keseluruhan dinilai menempatkan kepentingan dan tuntutan investor asing di atas pekerja, masyarakat, dan lingkungan itu diputuskan berlaku sejak Senin (5/10) malam. Buruh, mahasiswa, (atau bahkan) beberapa di antara mereka ada yang masih berstatus pelajar, menyatukan tekad dan hak-nya sebagai rakyat meminta pemerintah mencabut undang-undang itu. Tegasnya, pendemo menyebut pemerintah tidak memiliki hati atas diberlakukan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Dewan Serikat Buruh Global atau Council of Global Unions pun juga menyerukan hal yang sama. Mereka meminta pemerintah Indonesia mencabut Omnibus Law Cipta Kerja serta melakukan negosiasi ulang, dan membuka dialog konstruktif dengan serikat pekerja. Serikat buruh internasional itu sangat mengkhawatirkan tolak ukur, kompleksitas, dan jangkauan undang-undang, yang mengubah 79 undang-undang dan lebih dari 1.200 pasal, sebagai ancaman bagi proses demokrasi sejati terutama pada saat pertemuan publik harus dibatasi. Begitu pun PB NU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama). Lewat ketua umumnya, Said Aqil Siroj, NU menolak tegas atas diperlakukannya undang-undang ini, dan menyeru agar segera bersiap bergerak membangun barisan membela rakyat mengingat undang-udang ini digulirkan hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, dan investor. Sebelumnya juga ada undang-undang yang ramai-ramai ditolak rakyat ketika ditetapkan untuk diberlakukan, yakni; Undang-Undang Minerba. Perlawanan terhadap undang-undang ini pun berakhir dengan kekalahan rakyat. Sebagai bukti, UU Minerba kini berlaku dan berjalan sesuai dengan ketetapan meski didemo rakyat berkali-kali. Pun RUU HIP (Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila). Soal ini memang belum ada ketetapan pasti. Hanya saja, belajar dari kemunculan UU Omnibus Law Cipta Kerja, peluang RUU HIP menjadi undang-undang terbuka lebar. Bahkan bisa saja mulus. Apalagi (jika) rakyat lengah, suatu saat di malam hari, bisa saja undang-undang HIP ditetapkan tanpa mempedulikan “teriakan” rakyat. Nah, dari beberapa contoh kasus itu, kepentingan dan posisi rakyat terkalahkan. Padahal, negara ini negara demokrasi yang segala sendi kehidupan bernegaranya berjalan di atas kepentingan rakyat. Bagaikan sebuah episode, UU Omnibus Law Cipta Kerja agaknya menjadi salah satu cara untuk membingungkan rakyat yang dilakukan kelompok minoritas tertentu agar tujuan utama menguasai negeri kaya raya ini tercapai hingga dapat menguasai kedaulatan negara ini.(*)

Tags :
Kategori :

Terkait