Simalakama Sekolah Daring: Siswa Rindu Teman, Guru hanya Beri Tugas Tanpa Penjelasan

Senin 21-09-2020,12:00 WIB
Reporter : Aziz Manna Memorandum
Editor : Aziz Manna Memorandum

Surabaya, Memorandum.co.id - Proses belajar mengajar secara online selama pandemi Covid-19 sudah enam bulan ini bergulir diseluruh tingkatan pendidikan. Keluhan-keluhan pun bermunculan seiring proses belajar dalam jaringan (daring) ini, baik dari orang tua, ataupun siswa itu sendiri. Lalu kapankah generasi muda bangsa ini bisa kembali merasakan bangku sekolah untuk mengikuti proses pembelajaran tatap muka, dan orang tua bisa sedikit bernafas lega karena dengan pembelajaran daring ini mereka mendapat beban tambahan. Seperti yang dirasakan Muhammad Subhan (14), salah satu siswa SMK PGRI 10 Surabaya ini, mengaku kesulitan saat diterapkan sekolah via daring. Dirinya merasa pembelajaran daring yang sudah dijalani saat ini kurang efektif karena tujuan pembelajaran yang akan dicapai tidak dapat diterima secara maksimal. "Kesusahannya itu bingung, kadang guru memberi tugasnya kebanyakan. Terus waktunya itu gak menentu. Bisa dikasih pagi, kadang juga dikasih waktu malam," ujar Subhan. Untuk masalah jaringan dan sinyal, Subhan merasakan kesusahan karena mahalnya kuota. Namun dirinya sedikit beruntung karena bisa menggunakan wifi tetangga untuk masuk kelas online dan mengerjakan semua tugas yang telah diberikan guru. "Penyampaian pelajaran oleh guru kurang bisa dipahami, terutama jika jaringan internet lemah. Harapan saya bisa sekolah normal, pelajaran lebih masuk ke otak, terus gurunya gak cuma ngasih tugas tanpa memberi penjelasan materi dengan jelas," harap Subhan. Begitu juga yang dirasakan Muhammad Nazamuddin, salah satu siswa SMP Pondok Assalafi Al-Fithrah Kedinding, Kenjeran. Nazam pangilan akrabnya menjelaskan bahwa selama pembelajaran online banyak kendala dihadapi, baik dari sisi kuota paket internet, dan smartphone. "Susahnya lebih ke alat, seperti HP dan kuota internetnya mahal karena cepet habis juga," jelas Nazam. Ditambah lagi, ungkap Nazam, susah memahami materi yang disampaikan oleh guru secara online, karena fokus yang mudah terganggu oleh aktivitas di rumah. "Kurang bisa konsentrasi, soalnya di rumah rame orang jadi banyak gangguan. Selain itu karena gak bisa ketemu langsung sama guru jadi tidak maksimal. Selama online juga banyakan pemberian materi tugasnya," keluh Nazam. Ia mengaku akan lebih senang bila diberlakukan pembelajaran tatap muka lagi. "Ya pengennya cepetan masuk sekolah, bisa fokus belajarnya, ketemu temen-temen," ujar Nazam. Lain lagi dengan pedapat Qurrota Ayun Anandia, siswi SMP Iskandar Said ini mengatakan bahwa kesulitan belajar yang dia alami dikarenakan materi yang diberikan sangat minim. Selain itu, siswi kelas 8 ini juga mengatakan bahwa tidak adanya pendamping untuk membantunya belajar membuatnya semakin kesusahan menyelesaikan tugas sekolah. Saat ditanya perihal materi apa saja yang sudah dibekali oleh guru dirinya menjawab jika belum pernah mendapat materi. “Biasanya suruh langsung mengerjakan tugas di LKS (lembar kerja siswa). Sedangkan LKS menurutnya, hanya sedikit sekali materi belajarnya," kata Ayun. Sedangkan dari sisi orang tua, khususnya para ibu-ibu seperti seperti yang diutarakan Pratiwi (51), warga Simo Magerejo ini, menganggap pembelajaran daring merupakan cara alternatif yang mau tidak mau harus dijalani. Karena penyebaran Covid-19 yang tidak dapat dicegah, belajar di rumah harus dilakukan. "Kalau hambatannya ya paling jaringan. Bukan jaringan internet pada murid aja, tapi pada guru juga. Kalau waktu ngajar terus putus-putus jadi gak jelas juga kasihan anaknya, kasihan juga gurunya," ucap ibu beranak dua tersebut. Pratiwi menambahkan bukan hanya masalah jaringan saja. Tetapi pendampingan yang ekstra perlu dilakukan oleh orang tua ketika anak memegang smartphone. Karena kerap kali anaknya tidak fokus pada pelajaran dan sering membuka situs komik ataupun nge-games. "Harapannya sih buat dinas pendidikan kalaupun pandemi belum selesai ya pembelajaran daring punya aturan yang jelas. Tapi kalo harapan asli ya anaknya bisa sekolah kayak biasanya," ungkapnya. Begitu juga yang diutarakan Sunarti mengeluh kepada guru yang banyak memberikan tugas kepada siswa tanpa memberikan materi penjelasan terlebih dahulu. Hal itu yang membuat orang tua lebih banyak berpikir dalam memberikan arahan pembelajaran anak. "Ini yang membuat orangtua kesulitan, guru memberi tugas tanpa penjelasan dulu ke anak-anak. Sehingga orang tua yang kualahan mencari jawabannya dan menjelaskan pada anak. Belum lagi banyaknya tugas sebagai ibu rumah tangga," tutur Sunarti yang merupakan orang tua dari anak kelas 2 SD di daerah Semampir. Diungkapkan Sunarti bila tidak sedikit orang tua yang mengerjakan tugas anaknya agar mendapat nilai bagus. "Selain nilai bagus, juga tidak butuh waktu lama," ungkapnya. Sunarti juga mengeluhkan biaya sekolah, karena buah hatinya sekolah swasta, perempuan yang membuka warung disekitar Makam Sunan Ampel ini mengatakan bila dirinya terbebani dengan biaya sekolah yang tetap harus dibayar, namun pembelajaran dilaksanakan secara daring. "Masuk sekolah nggak, kita yang mengajar anak-anak tapi sekolah tetap bayar. Warung juga sekarang sedang sepi," keluh Sunarti. Tidak jauh beda yang diutarakan Arik wulandari, perempuan 35 tahun tinggal di Benowo ini mengatakan, hambatan-hambatan tentang sekolah online ini selain dari kuota internet juga kurangnya edukasi yang ia miliki. Ia juga tidak menampik bahwa pendidikan terakhirnya yang hanya sampai sekolah menengah pertama, membuatnya kesulitan mengawal anaknya yang kini duduk di bangku sekolah dasar. "Ya pokoknya semoga cepet sekolah langsung, nggak enak sekolah online gini. pemerintah cepet-cepet aja buka sekolah biasa biar anak saya gak makin ketinggalan pelajaran," ucapnya.(mg1/x1/x2/tyo)

Tags :
Kategori :

Terkait