Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (31)

Minggu 13-09-2020,15:15 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Telapak Tangan Ghadi Menjadi Sumber Pusaran Badai, Wusss…

Ghadi tak hendak lagi berbasa-basi. Diserangnya Pangeran Sabrang Kali dengan pukulan berantai. Yang diserang rupanya sudah siaga. Pukulan itu dielaki dengan jurus perisai alam ghaib. Pukulan Ghadi mental seperti menghantam tembok karet. Tubuhnya terjengkang sangat keras, sampai-sampai Ghadi harus salto ke belakang beberapa putaran. Dia lihat Pangeran Sarang Kali tertawa jauh lebih keras. Ghadi sadar tidak boleh main-main lagi. Dia pasang kuda-kuda pasak bumi. Kedua kakinya seperti mengeluarkan akar dan membelit bebatuan raksasa di bawah tanah. Setelah merasakan kuda-kuda itu sempurna, dia menarik napas panjang. Tidak lama kemudian Ghadi menghembuskan udara berbarengan dengan dorongan tangan. Hasilnya dahsyat. Telapak tangannya berubah menjadi sumber pusaran badai yang mengepung Pangeran Sabrang Kali. Toh begitu Ghadi kembali harus menelan kekecewaan. Badai tadi dilihatnya hanya mengurung musuh tanpa menyentuh tubuh. Perisai alam ghaib tak hanya sanggup menahan serangan dari satu sisi, melainkan 32 penjuru mata angin. Nyaris tidak ada celah untuk masuk. Badai malah merusak radius puluhan meter seputar tempat pertarungan. Belasan prajurit yang terdampak spontan beterbangan, baik dari pihak teman maupun pihak lawan. Ghadi bahkan merasakan badai buatannya seperti berbalik hendak mencerabut tubuhnya dari tempat berdiri.Andai dia tidak memasang kuda-kuda pasak bumi, bisa dipastikan nasibnya tidak jauh berbeda dengan belasan prajurit tadi. “Hanya itu?” tiba-tiba Pangeran Sabrang Kali berteriak. “Silakan tuntaskan dulu kemampuanmu,” imbuhnya, “Atau aku akan menghabisi kamu cukup dengan sekali gerakan.” Ghadi tersenyum. “Silakan. Sekarang giliranmu,” tantangnya tanpa mengubah posisi. “Aku malas berlama-lama bercanda denganmu. Terima saja jurus pamungkasku,” kata Pangeran Sabrang Kali. Bersamaan dengan akhir kalimat itu, tiba-tiba Ghadi melihat dirinya dikepung empat musuh dari empat penjuru mata angin. Keempat-empatnya adalah Pangeran Sabrang Kali. “Jurus tiga cermin,” batin Ghadi, yang segera menyadari bahwa kuda-kuda pasak bumi tidak cocok untuk menghadapi lawan yang menggunakan jurus cermin. Berapa pun cermin itu. Ghadi segera beringsut melepaskan belitan akar pasak buminya. Baru saja usaha itu dilakukan, dia sudah merasakan gempuran dari keempat pengeroyoknya. “Edan, dia sudah memodifikasi jurus itu,” batin Ghadi. Jurus cermin yang Ghadi pelajari selama ini hanya mampu menghasilkan satu gerakan seragam. Gerakan ketiga bayangan sama persis dengan gerakan pengguna jurus. Seperti orang becermin. Tapi, ini tidak. Pangeran Sabrang Kali berhasil memodifikasi jurus itu. Bayangan pengguna jurus tidak lagi seragam, tapi seolah memiliki pilihan gerakan sendiri. Jadi, Ghadi seakan-akan dikeroyok empat Pangeran Sabrang Kali. Empat betulan, bukan hasil pantulan. Masing-masing menyerang dengan jurus berbeda. Ada yang menyerang menggunakan jurus tendangan halilintar, yang bertubi-tubi menyapukan tendangan ke titik-titik saraf. Ada yang menyerang menggunakan jurus pukulan spiral, yang menyebabkan musuh dapat pukulan bergelombang dan beruntun tanpa henti. “Gawat. Aku hanya bisa menghindar,” batin Ghadi, “Kalau keempat-empatnya menyerang bersamaan, aku bisa ambruk juga.” (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email yulisb42@gmail.com. Terima kasih
Tags :
Kategori :

Terkait