Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (27)

Sabtu 12-09-2020,12:12 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Laila Ditawan di Istana Panglimunan Berlindung 7 Lapis Tabir

Sebelum serangan lain menyusul dan melukai makin parah, Ghadi dengan cepat merapal doa mengubah diri menjadi bayangan. Sayang tenaganya terlalu lemah. Padahal, hanya ilmu ini yang membutuhkan power paling minim. Tubuhnya mendrip-mendrip kayak tayangan film kuno. Muncul-hilang, muncul-hilang. Begitu seterusnya. Untuk menghindari senjata musuh, Ghadi berusaha merayap mlumah. Senjata yang berjatuhan bagai hujan deras dihindari sebisanya dengan menggerak-gerakkan badan ke kanan dan ke kiri. Gambling. Sampai akhirnya ditemukan sebuah lubang yang sekadar cukup untuk dimasuki tubuh. Tapi belum sempurna Ghadi memasukkan tubuh ke dalam lubang, sebuah tenaga superkuat menarik keluar dan membawanya terbang. Ghadi lunglai. Tubuhnya bak tidak memiliki tulang. Pingsan. Saat sadar, Ghadi berada di tengah kerumunan. Tidak terlalu banyak. Hanya puluhan. Ada Paman Karim di sana. “Alhamduillah selamat. Tinggal kamu harapan kita,” katanya. “Pakde Limin?” tanya Ghadi. “Kabarnya beliau sudah sahid. Jamal menemukan senjata beliau di pertempuran lereng Mahameru,” kata Paman Karim sambil menyerahkan benda serupa bola besi. Seukuran bola futsal. “Dulu beliau pernah cerita hanya kamu yang bisa memainkan senjata ini. Selain beliau tentu,” imbuh lelaki paruh baya itu. “Laila?” sela Ghadi. Tidak ada yang menjawab. Semua malah menunduk atau mengalihkan pandangan. “Paman. Di mana Laila?” kata Ghadi menodong Paman Karim untuk menjawab. “Laila tertangkap. Sekarang disembunyikan Pangeran Sabrang Kali di Istana Panglimunan. Tapi di mana itu, tidak ada yang tahu. Kabarnya istana tersebut dilindungi tujuh lapis tabir. Sangat sulit dideteksi.” Ternyata luka di tumit Ghadi sangat parah. Tampaknya ujung anak panah yang menembus kakinya dilumuri bisa cobra purba. Sudah dua hari utusan Paman Karim yang ditugasi mencari penawarnya, getah pohon mojo purba, belum juga kembali. “Aku akan membebaskan Putri Laila,” tiba-tiba Ghadi berbicara keras. “Pakde pernah mengajari aku membuat tujuh lapis tabir pelindung. Bukankah Paman pernah membuktikan kekuatan tujuh tabir pelindung di rumah Pakde bersamaku dan Laila?” Paman Karim mengangguk. “Aku yakin inti ilmunya hampir sama. Kalau kita bisa membuat, pasti bisa juga menerobos. Atau bahkan merusaknya. Apalagi dengan bantuan Paman,” imbuh Ghadi. “Untuk sementara aku tidak bisa membantu,” kata Paman Karim, yang dirasakan Ghadi agak aneh. Apalagi, sejak mereka bertemu beberapa hari lalu, Paman Karim tidak pernah beringsut dari dipan di kamarnya. “Kenapa Paman?” desak Ghadi. Paman Karim tidak langsung menjawab. Dia malah menyibakkan selimut yang menutupi bagian bawah tubuh. ByakInnalillahi wainailaihi rajiun, kedua kaki Paman Karim telah tiada. “Bagian tubuh Paman dari pusar ke bawah tertebas senjata musuh,” kata Paman Karim dengan tenang. Bahkan disertai senyum. Seperti tidak terjadi apa-apa. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email yulisb42@gmail.com. Terima kasih
Tags :
Kategori :

Terkait