Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Sukeng tidak menyangka sudah dua kali menjanda pada usia yang masih sangat muda: 23 tahun. Kematian Matrukan benar-benar memukul jiwanya, karena dia amat mencintai lelaki pendiam tersebut. Makanya, Sukeng berjanji merawat cinta itu dengan harapan agar tidak akan menikah lagi.
Tapi sedahsyat apa pun rencana manusia, Allah-lah penentu jalan hidup. Faktanya, Sukeng hanya mampu bertahan hidup sendiri tidak lebih dari dua tahun. Hatinya luluh ketika bertemu seorang pegawai negeri asal Surabaya, sebut saja Efendi.
Waktu itu Sukeng pindah ke daerah pesisir Lamongan. Efendi yang sebelumnya berdinas di Surabaya baru saja dimutasi menjadi pejabat pemerintahan dan tinggal tak jauh dari rumah Sukeng. Keduanya sering bertemu ketika Sukengyang rumahnya berada di dalam ganglewat di depan rumah Efendi yang berada di pinggir mulut gang.
Dari sekadar bertegur sapa, Sukeng tertarik untuk menyapa dan menggendong anak Efendi. Anaknya memang lucu. Perempuan berusia sekitar dua tahunan. Seiring berjalannya waktu, anak Efendi tadi, sebut saja Ani, semakin lengket dengan Sukeng.
Entah diajari oleh siapa, Ani yang semula memanggil Ana dengan sebutan tante berubah menjadi mama. Dan, Sukeng sangat menikmati sebutan itu. Dia memang senang dengan anak kecil. Apalagi, dalam dua perkawinan sebelumnya, dia belum dikaruniai momongn. Ani sangat lucu, kata pengacara Sukeng yang pandai bermain biliar ini.
Saking dekatnya Ani dengan Sukeng, Ani sering diajak bermain dan bermalam di rumah Sukeng. Sebaliknya, Sukeng sering tertidur di rumah Efendi ketika sedang menunggui anak itu ketika ayahnya bekerja.
Kenyataan ini menimbulkan kasak-kusuk para tetangga. Status duda dan janda Efendi dan Sukeng dihubung-hubungkan dengan kondisi tersebut. Maka, ditegurlah Efendi.
Namun, Efendi belum sempat menyampaikan teguran tersebut kepada Sukeng, warga sudah terburu bertindak. Masalahnya, Sukengyang belum tahu ada teguran dari wargamasih sering tertidur di rumah Efendi saat momong Ani.
Efendi sendiri, yang sering pulang kerja selepas Isyak, tak pernah membangunkan Sukeng. Dia tidak tega membangunkan perempuan cantik yang sedang memeluk erat anaknya. Dia takut mengagetkan keduanya. Efendi akhirnya selalu membiarkan Ani terlelap dalam pelukan Sukeng.
Yang tidak disangka, sebagian warga yang tidak sabar lantas menggerebek Sukeng dan Efendi. Meski memang tidak terbukti melakukan apa-apa, tapi keduanya dipaksa ikut warga. Mereka hanya tepergok sedang berada di dalam satu rumah, bukan di dalam kamar yang sama. Kamar mereka berbeda.
Warga tidak peduli. Keduanya digelandang ke balai desa dan dipaksa menikah dan membayar denda sesuai aturan desa. Malam itu juga dilangsungkan ijab kabul disaksikan puluhan warga. (bersambung)