Cinta, pada waktunya, bisa mencapai ujungnya. Demikian pula yang tampak pada perjalanan batin Bu Cinta terhadap Ridwan Kamil.
Ada luka yang diduga tak lagi utuh bukan sekadar terbelah dua saat gugatan cerai diajukan setelah 28 tahun membangun rumah tangga, melainkan remuk menjadi kepingan-kepingan yang sulit dirangkai kembali.
Gugatan itu diyakini bukan semata dipicu oleh isu yang menyeruak ke ruang publik. Lebih dari itu, Bu Cinta tampaknya hendak menata ulang hidupnya menguatkan mental, merawat kembali hati yang lama teruji.
Ia memilih berhenti sejenak dari hiruk-pikuk, memberi ruang bagi diri sendiri untuk pulih.
Cobaan yang datang memang bertubi-tubi. Kehilangan anak tercinta di Sungai Aare, Swiss, adalah duka yang mengoyak relung paling dalam.
Ketika badai belum reda, kabar yang menyangkut pasangan hidupnya kembali menguji ketegaran. Wanita idaman lain. Hem! Makin remuk hati Bu Cinta.
BACA JUGA:Tindakan Tegas Terukur
BACA JUGA:Kepak Garuda di Tengah Duka
Mini Kidi--
Sekuat apa pun seorang perempuan, ada saatnya hati menjadi rapuh.
Selama ini, Bu Cinta dikenal piawai menyembunyikan luka. Di balik senyum yang teduh dan gestur yang anggun, tersimpan ketabahan yang mengundang kekaguman. Namun, ketabahan pun memiliki batas.
Pada titik tertentu, menyerah bukanlah kelemahan, melainkan keberanian untuk memilih jalan yang paling mungkin menyelamatkan diri.
Usai gugatan dilayangkan kepada mantan orang nomor satu di Jawa Barat itu, duka tentu masih mengendap.
Namun, langkah tersebut bisa jadi merupakan pilihan terbaik saat ini sebuah ikhtiar untuk keluar dari himpitan masalah yang menyesakkan, dan memulai babak baru dengan napas yang lebih lapang.
Publik selama ini dibuat terkesima oleh ketegarannya. Meski demikian, kenyataan tak selalu sejalan dengan harapan. Ketika hati telah patah berkeping-keping dan sulit kembali seperti semula, menerima realitas menjadi bentuk kejujuran pada diri sendiri.