MEMORANDUM.CO.ID-Isu mengenai asbes sebagai penyebab asbestosis kembali mencuat dan terus menjadi bahan framing di ruang publik.
Namun, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta baru-baru ini mengeluarkan putusan penting yang menegaskan posisi hukum dan ilmiah terkait penggunaan asbes putih atau chrysotile.
Dalam amar putusannya, PT DKI Jakarta menerima permohonan banding dari pembanding yang sebelumnya berstatus sebagai penggugat, sekaligus membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 417/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst tertanggal 5 Februari 2025. Majelis Hakim kemudian memutus perkara tersebut dengan mengadili sendiri.
Dalam putusan itu, PT DKI menyatakan eksepsi para tergugat tidak dapat diterima. Pada pokok perkara, majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian.
Pengadilan menegaskan bahwa chrysotile atau asbes putih, yang secara kimia dikenal sebagai Mg₃(Si₂O₅)(OH)₄, merupakan bahan kimia yang masih dibutuhkan dan dapat digunakan.
Selain itu, asbes putih dinyatakan sebagai bahan yang tidak berbahaya serta dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu dalam Perdagangan Internasional.
Majelis hakim juga menolak gugatan penggugat selain dan selebihnya, serta menghukum para terbanding untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat peradilan. Biaya perkara di tingkat banding ditetapkan sebesar Rp150 ribu.
Mini Kidi--
Menanggapi putusan tersebut, Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Jawa Timur (YLPK Jatim) menyatakan apresiasi. YLPK Jatim menilai putusan PT DKI telah berpihak pada kepentingan konsumen, khususnya di Jawa Timur, serta sejalan dengan kebenaran faktual dan ilmiah.
“YLPK Jawa Timur mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang kami nilai telah berpihak pada kebenaran faktual dan kebenaran ilmiah. Putusan ini penting karena memberikan kepastian hukum bagi konsumen dan pelaku usaha, sekaligus meluruskan framing keliru yang selama ini berkembang terkait asbes putih atau chrysotile,” ujar Mukharrom Hadi Kusumo, Sekretaris YLPK Jatim.
Ia menambahkan, “Hasil penelitian YLPK Jatim menunjukkan mayoritas konsumen masih membutuhkan produk asbes, dan secara ilmiah paparan di lapangan masih berada di bawah ambang batas yang ditetapkan regulasi. Karena itu, putusan ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.
YLPK Jatim mengungkapkan, hasil penelitian terhadap 100 responden pengguna atap asbes di Surabaya menunjukkan bahwa 99 persen responden masih membutuhkan produk asbes.
Selain itu, hasil uji eksperimen di 13 titik lokasi penelitian memperlihatkan paparan asbes masih berada di bawah ambang batas nilai (NAB) 0,1, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
Putusan Nomor 400/Pdt/2025/PT DKI tersebut diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Kamis, 13 November 2025.
Majelis dipimpin oleh Hakim Ketua Khairul Fuad, S.H., M.Hum., dengan Hakim Anggota Karel Tuppu, S.H., M.H. dan Efran Basuning, S.H., M.Hum.
Perkara banding ini diajukan oleh Fiber Cement Manufacturers Association (FICMA) terhadap sejumlah pihak, termasuk individu dan lembaga yang sebelumnya menjadi tergugat.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyatakan bahwa penggugat mampu membuktikan dalil gugatannya. Bukti-bukti tertulis menunjukkan tidak adanya peraturan perundang-undangan yang menyatakan chrysotile atau asbes putih Mg₃(Si₂O₅)(OH)₄ sebagai bahan baku berbahaya.
Dengan putusan ini, YLPK Jatim berharap polemik dan framing negatif terkait asbes putih dapat diluruskan berdasarkan fakta hukum dan kajian ilmiah yang berlaku.