PASURUAN, MEMORANDUM.CO.ID - Polemik rencana pembangunan Batalyon di wilayah Lekok–Nguling, Kabupaten Pasuruan, kembali menjadi pembahasan hangat. Pembahasan tersebut di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pasuruan, Jumat 28 November 2025.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Forkopimda tersebut muncul desakan kuat dari perwakilan warga agar pembangunan dikaji ulang, terutama menyangkut legalitas dan sejarah kepemilikan tanah.
BACA JUGA:Warga Unjuk Rasa di Jalur Tapal Kuda, Tolak Pembangunan Batalyon Marinir di Kawasan Permukiman
Mini Kidi--
Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Samsul Hidayat, menyatakan RDP ini merupakan tindak lanjut dari pembahasan internal Forkopimda sebelumnya.
Pertemuan yang berlangsung di gedung dewan ini menghadirkan berbagai unsur, termasuk Camat Lekok dan Nguling, sepuluh kepala desa, perwakilan warga, serta jajaran TNI AL.
BACA JUGA:DPRD Jatim Harap Ada Solusi untuk Warga Sumberanyar dan TNI Terkait Pembangunan Batalyon 15 Pasuruan
“Kami ingin semua suara didengar. Karena itu, seluruh unsur yang berkaitan langsung dengan rencana pembangunan ini kami undang,” ujar Samsul Hidayat, memastikan transparansi proses.
Inti dari keberatan warga, yang disampaikan oleh Ketua Forum Komunikasi Tani Antar Desa, Lasminto, adalah mengenai riwayat legalitas tanah.
Lasminto menyebut penerbitan Sertifikat Hak Pakai (SHP) tahun 1992 dinilai tidak sesuai prosedur. Ia berargumen bahwa peta situasi tahun 1987 yang menjadi dasar penerbitan tidak memuat informasi hak atas tanah secara lengkap.
BACA JUGA:Rindam V/Brawijaya Buka Dikmaba Infanteri, Siapkan Bintara Profesional untuk 750 Batalyon Teritorial
Lebih lanjut, ia menyoroti risalah tahun 1991 dan Surat Keputusan (SK) penerimaan hak atas sekitar 600 hektare lahan yang disebutkan diperuntukkan bagi permukiman, bukan pertahanan.
“Belum pernah ada pembebasan tanah. Kalau pun ada, itu hanya tanah bekas bengkok tahun 1993. Karena itu, pembangunan perlu dikaji ulang berdasarkan sejarah tanah,” tegasnya.
Lasminto juga mengeluhkan birokrasi yang menghimpit warga akibat stagnasi penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sejak adanya surat kementerian pada 2019, dan berharap Forkopimda memfasilitasi pertemuan langsung dengan Menteri Pertahanan (Menhan).
BACA JUGA:Kapolres AKBP Afrian Kunjungi Brimob Kompi 3 Batalyon C Bojonegoro