Saling Klaim Aset, Rapat Sengketa Lahan Tambak Wedi Surabaya Berakhir Buntu

Selasa 22-07-2025,19:25 WIB
Reporter : Arif Alfiansyah
Editor : Aris Setyoadji

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Suasana rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi A DPRD Surabaya memanas saat membahas konflik klaim kepemilikan tanah antara warga RT 08 RW 02, Kelurahan Tambak Wedi, dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Selasa 22 Juli 2025.

Pertemuan yang mempertemukan warga, Pemkot, dan BPN tersebut berakhir buntu alias deadlock, meninggalkan ketidakpastian bagi ratusan warga yang telah mengantongi sertifikat resmi.


Mini Kidi--

Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi A, Yona Bagus Widiatmoko, menjadi ajang luapan keresahan warga.

Udin, salah satu perwakilan, dengan suara bergetar mempertanyakan nasib tanah mereka yang telah bersertifikat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada tahun 2019, namun secara tiba-tiba masuk dalam daftar aset milik Pemkot.

BACA JUGA:DPRD Kaget Pemkot Surabaya Tiba-Tiba Ajukan Utang Rp 452 Miliar

“Warga sangat resah, 75 persen sudah bersertifikat, sisanya hanya pegang petok D. Kami bingung, sebelum jual beli diarahkan ke BPKAD, awalnya disebut tanah tambak, lalu berubah jadi aset negara. Kalau sudah bersertifikat, kok tiba-tiba jadi aset Pemkot? Apa dasarnya,” tanya Udin di hadapan para anggota dewan dan perwakilan pemkot.

Kemarahan warga disambut pembelaan keras dari Saifudin, anggota Komisi A. Ia menegaskan bahwa persoalan ini bukanlah antara rakyat melawan pemerintah, melainkan tabrakan antar-institusi negara.

“Perkaranya jelas, ini Pemkot lawan BPN! Karena sertifikat itu keluar dari BPN, bukan dari Pemkot. Kalau BPN sudah mengeluarkan sertifikat dan Pemkot mengklaim itu asetnya, maka institusi negara sendiri yang bertabrakan,” tegas Saifudin.

BACA JUGA:Satu Alamat Dihuni Puluhan KK, DPRD Surabaya Desak Audit Kependudukan di Wilayah Padat

Ia bahkan bersumpah tidak akan mundur sejengkal pun jika ada tindakan zalim dari Pemkot terhadap warganya.

Di pihak seberang, Pemkot Surabaya bersikukuh pada data yang mereka miliki. Kepala Bidang Hukum dan Kerjasama, Rizal, menjelaskan bahwa tanah tersebut tercatat dalam Sistem Informasi Barang Daerah (SIMBADA) sebagai aset hasil tukar-menukar dengan PT TWP sejak tahun 1982 dan telah memiliki Gambar Situasi (GS) sejak 1990.

"Kita mengacu pada ketentuan hukum, kita tidak mau asal setuju kemudian kita melanggar aturan. Kita akan libatkan Kejaksaan sebagai pengacara negara untuk kajian lebih lanjut,” ujar Rizal.

Senada, Kepala BPKAD Surabaya, Wiwiek Widayati, mengakui akar masalah berasal dari riwayat tukar-menukar di era 1980-an. Namun, ia juga tidak menampik fakta adanya 322 bidang tanah yang kini telah bersertifikat hak milik (SHM) atas nama warga.

BACA JUGA:DPRD Surabaya Desak Pemkot Permudah Syarat Bedah Rumah, Bang Udin:Jangan Setengah Hati

"Kami paham keresahan warga, tapi pemerintah juga punya kewajiban mengamankan aset daerah. Itu sebabnya kami minta pendampingan kejaksaan sejak 2020,” jelasnya.

Sedangkan Ketua Komisi A, Yona Bagus Widiatmoko, menyimpulkan rapat tanpa hasil. Ia menyatakan kekecewaannya atas simpang siur data di lapangan, bahkan di tingkat kelurahan yang datanya tidak valid.

“Rapat hari ini deadlock. Akan kita agendakan ulang dengan mengundang Kepala Kantor Pertanahan Surabaya agar hadir langsung,” tegas Yona.

BACA JUGA:Fraksi PDIP DPRD Jatim Dorong Sosialisasi Koperasi Merah Putih ke Desa-Desa

Yona menyoroti ironi yang terjadi. Fakta di lapangan, ada sertifikat warga yang sudah dipakai agunan di bank milik pemerintah.

"Ini membuktikan negara sempat mengakui hak mereka. Jangan sampai pemerintah berseberangan dengan warganya,” tutupnya.

Kini, perang legalitas antara sertifikat BPN milik warga dan klaim aset Pemkot belum usai. DPRD Surabaya berjanji akan terus mengawal, memastikan suara rakyat tidak sendirian menghadapi kekuatan birokrasi.

Kategori :