Bukan Golongan Orang Hidup yang Mati

Senin 11-05-2020,15:40 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Kali ini tentang ghirah. Menurut Buya Hamka ghirah itu perasaan cemburunya orang beriman, spirit, bahkan nyawanya. Siapa yang kehilangan ghirah bagaikan mayat. "Ucapkanlah takbir empat kali ke dalam tubuhnya. Pasang kain kafannya, masukkan ke keranda, dan antarlah ke kuburan," kata Buya. Jika kita masih punya, alhamdulillah, menurut Buya, kita tergolong masih hidup. Masuk yang mana? Buya juga berpesan agar dalam mengamalkan ghirah itu, dilakukan secara santun. Ulama besar sekaligus sastrawan besar ini mengingatkan: ghirah kita biasanya terbakar jika agama dilecehkan, kitab suci dibakar, misalnya. Logis dan memang seharusnya. Masalahnya, terbakarkah ghirah kita tatkala menemui saudara kita yang kesulitan? Hidup di bawah garis kemiskinan. Atau yang terlilit rentenir karena kesulitan cari pinjaman bank. Ada tokoh peraih nobel dari Bangladesh yang bisa kita contoh ghirahnya. Prof Dr Muhammad Yunus yang berlatar belakang dosen ekonomi Universitas Chittagong terganggu dengan kehidupan pengrajin bambu yang terjerat utang hanya gara-gara tidak punya modal untuk membeli bambu. Akibatnya, mereka pinjam uang dulu, lalu jika hasil kerajinan bambunya sudah jadi, diserahkan kepada para rentenir yang merangkap menjadii penjual kerajinan bambu itu. Rentenir menghargainya sesukanya dan menjualnya sesukanya. Bisa ditebak akibatnya, laba pengrajin nyaris nol. Dengan kata lain, kehidupannya tidak terangkat karena rentenir trap ini. Yunus mendatangi bank dan menyampaikan keprihatinannya. Bank menggeleng. Alasannya: tidak bankable. Sangat tidak layak untuk menerima kredit. Dia datangi bank lain lagi, ditolak lagi. Berkali-kali. Melihat betapa mendesaknya para pengrajin bambu yang terjerat rentenir ini, dia datangi sendiri mereka, dia pinjami pakai uang pribadinya. "Silakan dikembalikan jika jualan ibu-ibu sudah laku," katanya. Mula-mula dia memberi hanya kepada 47 pengrajin. Di luar dugaan, semuanya mengembalikan uangnya. Sejak saat itu, dia percaya seratus persen bahwa orang kecil yang kesulitan ini sangat baik dalam memegang amanah. Temannya yang belum membayar diingatkan atau dibantu bersama-sama. Solidaritas tinggi para wanita pengrajin inilah yang menyebabkan Yunus berani membuat Grameen Bank yang akhirnya bisa memberi pinjaman kepada puluhan juta pengusaha dhuafa ini. Ghirah Yunus untuk mengentas wong cilik kini jadi model di mana-mana. Yunus kebanjiran hadiah internasional. Antara lain: US Presidential Medal of Freedom 2009, Congressional Gold Medal 2010 dan Nobel Perdamaian (2006). Semoga kita bisa tertulari ghirahnya. Kalau belum skala nasional seperti Yunus, bisa lokal atau bahkan satu orang saja. Jadi gerakan OHO: One helps one. Satu orang mengentas satu orang. Kecuali kalau kita memang ingin memilih menjadi mayat hidup seperti yang disindir oleh Buya Hamka? Na'udzubillah. 11 Mei 2020, ba'da Asyar Oleh: Ali Murtadlo* Presented by: Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Tags :
Kategori :

Terkait