Walau begitu, Satria menilai masih ada potensi aturan tersebut dicabut. Namun syarat utamanya adalah suporter dapat bertanggung jawab dan ikut menjaga sportivitas.
“Semua itu tergantung dari kedewasaan para suporter, mungkin PSSI nantinya akan melakukan evaluasi dari kebijakan ini. Mereka juga pasti melihat bagaimana situasinya, apakah masih berpotensi ricuh atau tidak. Kalau masih, ya kebijakan ini tentu tetap diterapkan,” tuturnya.
Terakhir, Satria menaruh harap agar suporter bola di Indonesia semakin tumbuh dewasa. Dia mengajak untuk melihat esensi sebuah pertandingan. Yakni, hiburan bersama alih-alih ajang adu kekuatan.
“Untuk suporter sepak bola Indonesia, ayo kita harus bisa lebih dewasa. Jadikan pertandingan sepak bola itu sebagai hiburan bersama, jangan dijadikan untuk adu kekuatan satu suporter dengan yang lain,” pesannya.
“Mari dinikmati setiap pertandingan yang ada, mau menang atau kalah itu hal yang biasa. Dan sebuah pertandingan olahraga itu kan yang dijunjung tinggi adalah sportivitas, memang kita mungkin bisa berseteru di medsos, tapi ketika di lapangan adalah untuk mendukung tim masing-masing,” sambung dia.
Lebih dari itu, Satria juga mengimpikan menonton pertandingan sepakbola seperti di luar negeri. Tanpa pagar dan bisa lebih dekat dengan para pemain.
“Yang menjadi impian saya ke depan adalah nonton sepak bola di Indonesia itu seperti di luar negeri. Nah, mumpung prestasi timnas sedang bagus-bagusnya, mulai bangkit, maka itu harus bisa diimbangi dengan kedewasaan suporter kita,” tuntas Satria. (ono)