MEMORANDUM - Di era digital ini, teknologi telah membuka berbagai peluang baru, termasuk dalam sektor keuangan. Salah satu inovasi yang menonjol adalah pinjaman online atau sering disebut pinjol.
Pinjaman online menawarkan solusi keuangan yang cepat dan mudah, terutama bagi mereka yang tidak memiliki akses ke layanan keuangan tradisional seperti bank atau koperasi.
Namun, seperti pisau bermata dua, pinjaman online juga membawa risiko yang signifikan.
Faktor pendorong utamanya yaitu:
• Kebutuhan Finansial yang Meningkat:
Biaya pendidikan yang terus meningkat, ditambah gaya hidup konsumtif yang marak di media sosial, membuat banyak mahasiswa kesulitan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal ini mendorong mereka mencari solusi keuangan instan, seperti pinjol.
• Kurangnya Edukasi dan Literasi Keuangan:
Kurangnya pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai pengelolaan keuangan dan bahaya pinjol membuat mereka mudah tergiur dengan tawaran pinjol yang instan dan mudah.
BACA JUGA:Dua Sisi Mata Uang Pinjaman Online di Era Digital
BACA JUGA:Pesan Kepala OJK Malang Kepada Mahasiswa UB : Jangan Beli Tiket Konser dari Pinjol Ilegal
• Akses Mudah dan Cepat:
Pinjol menawarkan proses pengajuan yang mudah dan cepat, tanpa perlu jaminan yang rumit. Hal ini menjadi daya tarik utama bagi mahasiswa yang membutuhkan dana darurat.
• Persyaratan yang Tidak Rumit:
Berbeda dengan pinjaman bank konvensional, persyaratan pinjol umumnya lebih mudah dipenuhi oleh mahasiswa. Biasanya, mereka hanya membutuhkan KTP, nomor ponsel, dan data diri lainnya.
• Promo dan Bunga Menarik:
Banyak pinjol yang menawarkan promo menarik, seperti bunga 0% untuk pinjaman pertama atau potongan biaya admin. Hal ini membuat pinjol semakin menarik bagi mahasiswa yang ingin mendapatkan dana dengan biaya murah.
Dampak Negatif dan Solusi pada Mahasiswa
• Terjerat Utang:
Kemudahan akses dan minimnya edukasi keuangan dapat membuat mahasiswa terjebak dalam siklus utang yang tak terkendali. Bunga pinjol yang tinggi dan denda keterlambatan pembayaran dapat memperburuk kondisi keuangan mereka.
• Gaya Hidup Konsumtif:
Budaya konsumtif yang marak di kalangan mahasiswa, mendorong mereka menggunakan pinjol untuk membeli barang-barang yang tidak mereka butuhkan. Hal ini memperparah masalah keuangan dan dapat berakibat fatal di masa depan.
• Penipuan Pinjol:
Maraknya penipuan pinjol juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan mahasiswa terjerat dalam utang. Mereka tertipu dengan tawaran pinjol bodong yang menjanjikan bunga rendah atau tanpa jaminan.
BACA JUGA:Ahli Hukum: Mengancam, Pinjol Bisa Dipidanakan
BACA JUGA:Polda Jatim Buka Layanan Hotline, Para Korban Pinjol Diminta Lapor
Upaya untuk mencegah dan menangani kasus pinjol pada mahasiswa perlu dilakukan yaitu
• Meningkatkan Edukasi dan Literasi Keuangan:
Penting untuk meningkatkan edukasi dan literasi keuangan di kalangan mahasiswa. Hal ini dapat dilakukan melalui seminar, workshop, atau program edukasi lainnya.
• Memperkuat Peran Orang Tua dan Kampus:
Orang tua dan pihak kampus perlu bekerja sama untuk memberikan edukasi dan pendampingan kepada mahasiswa dalam mengelola keuangan dan terhindar dari jeratan pinjol.
• Memperketat Regulasi Pinjol:
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memperketat regulasi pinjol untuk melindungi konsumen, terutama mahasiswa.
• Mengembangkan Alternatif Pendanaan:
Perlu dikembangkan alternatif pendanaan bagi mahasiswa yang membutuhkan dana, seperti beasiswa, bantuan keuangan, atau skema pinjaman dengan bunga rendah.
Pinjaman online dapat menjadi solusi keuangan yang bermanfaat bagi mahasiswa, namun perlu digunakan dengan cermat dan bertanggung jawab.
Mahasiswa harus memahami risikonya, menggunakannya untuk kebutuhan produktif, dan memilih platform pinjol yang legal dan terpercaya.
Penting juga bagi mahasiswa untuk meningkatkan literasi keuangan dan mencari alternatif pendanaan lain yang lebih aman.
Dengan demikian, mereka dapat terhindar dari jeratan utang pinjol dan menjalani masa perkuliahan dengan tenang dan fokus pada pembelajaran.(*)