Pada saat itu, kata Iwan, terbukti bahwa surat yang dibawa oleh Lilik Hajijah adalah asli karena warga yang bukan turunan tidak dapat membuktikan bahwa surat itu palsu atau mereka tidak bisa membuktikan bahwa mereka mempunyai surat yang asli.
“Dan akhirnya setelah selesai mediasi, para warga yang bukan keturunan merebut pengelolaan makam yang sebelum nya dipegang oleh Almarhum Oesman turun temurun sampai sekarang,” beber Iwan.
Menurut Iwan, pengelolaan yang sekarang ini banyak merubah adat yang sebelum nya biasa dilakukan oleh Almarhum Oesman seperti perbaikan fasum area makam bungkul. Pengelolaan makam bungkul yang sekarang ini tidak berbadan hukum atau Yayasan.
“Jadi pemasukan dan pengeluaran tidak transparan, tidak akurat dan tidak bertanggung jawab,”ujarnya.
Ditambah lagi, kata Iwan, pemukiman yang sekarang di dalam makam semakin bertambah banyak dan semakin kumuh. Padahal didalam area makam itu yang tercatat PBB nya di BAPENDA Surabaya cuma 5 rumah saja. Maka dari itu, ahli waris yang sudah mendirikan Yayasan Keluarga Oesman yang berbadan hukum.
“Supaya pengelolaan makan bungkul lebih transparan dan dipergunakan untuk kepentingan makam bukan kepentingan pribadi,” tandasnya.(*)