umrah expo

Mulutmu Harimaumu

Mulutmu Harimaumu

--

"MEMANG lidah tak bertulang..." Lirik tersebut kini bukan sekadar untaian kata, melainkan sebuah cerminan realitas pahit. Di tengah gejolak yang melanda di Indonesia, sejumlah politisi di pusat harus rela kehilangan kursi jabatannya. 

Ucapan yang dianggap merendahkan dan tak sensitif terhadap penderitaan rakyat telah memicu amarah besar.

BACA JUGA:Jalanan Lenggang, Dompet Ikut Kosong

Bangunan megah yang menjadi rumah bagi para penyambung lidah rakyat, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat, kini menjadi bara. Aksi demonstrasi yang awalnya damai berubah menjadi huru-hara. 

Massa murka, merasa bahwa wakil-wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan aspirasi mereka justru sibuk dengan kepentingan pribadi dan partai politiknya.

BACA JUGA:Ajining Diri Soko Lathi

Lihat saja nama-nama politisi besar seperti Adies Kadir, Wakil Ketua DPR RI dari Golkar; Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari dari Fraksi Partai NasDem; serta Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio dan juga Surya Utama atau Uya Kuya dari Fraksi PAN DPR RI.

Keputusan ini diambil sebagai respons atas ucapan dan perilaku mereka semena-mena yang dianggap merendahkan "wong cilik".

Kemarahan masyarakat tidak berhenti di sana. Rasa geram itu juga diekspresikan dengan merangsek dan menjarah isi rumah-rumah para "orang pintar" di Indonesia. 

BACA JUGA:Aksi 3 September: Rakyat Jatim Bergerak atau Gerakan Segelintir

Aksi ini menjadi bukti nyata bahwa kekecewaan rakyat sudah mencapai puncaknya, dan kata-kata yang diucapkan tanpa empati memiliki konsekuensi yang sangat besar. 

Pada akhirnya, pepatah lama "mulutmu harimaumu" benar-benar menjadi kenyataan pahit bagi mereka yang lupa akan arti kata "wakil rakyat".

BACA JUGA:Zaman Kabar Kabur

Namun, amuk massa yang semula menargetkan wakil rakyat tiba-tiba berubah arah. 

Sumber: