umrah expo

Seragam Beda Warna dan Kualitas, Bantuan untuk Siswa Pemuda Tangguh Surabaya Dinilai Mubazir

Seragam Beda Warna dan Kualitas, Bantuan untuk Siswa Pemuda Tangguh Surabaya Dinilai Mubazir

Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i--

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Niat mulia Pemerintah Kota (Pemkot) SURABAYA untuk membantu siswa dari keluarga tidak mampu melalui program beasiswa Pemuda Tangguh menuai kritik dari parlemen.

Bantuan seragam yang semestinya menyetarakan status sosial siswa, justru dinilai menciptakan perbedaan mencolok di lingkungan sekolah, memicu rasa minder, dan berpotensi menjadi pemborosan anggaran.


Mini Kidi--

Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i, mengungkapkan temuan di lapangan bahwa kualitas dan warna seragam bantuan untuk sekitar 6.114 siswa SMA/SMK sederajat penerima beasiswa tidak sesuai dengan seragam reguler yang digunakan di sekolah negeri. Perbedaan ini, menurutnya, berdampak langsung pada psikologis siswa penerima.

BACA JUGA:Peminat Tinggi, Komisi D DPRD Surabaya Dorong Pemkot Tambah Kuota Beasiswa Pemuda Tangguh

"Tujuan seragam itu kan untuk menyetarakan, agar tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin. Tapi ini justru sebaliknya, anak-anak penerima bantuan jadi kelihatan berbeda," ujar Imam.

Ia mencontohkan temuannya di beberapa sekolah negeri. "Ternyata di sekolah SMA Negeri di Surabaya, ini saya menemukan, saya cek SMA 2, SMA 10, saya telepon juga ke kepala sekolah SMA 10, ternyata seragam pramukanya tidak sama. Warnanya tidak sama," ungkapnya.

BACA JUGA:Komisi D Minta Penyaluran Beasiswa Pemuda Tangguh  Dilakukan di Sekolah

Kondisi ini, menurut Imam, membuat para siswa dari keluarga miskin dan pra-miskin merasa rendah diri.

"Tapi anaknya kan jadi minder karena enggak sama dengan yang lain. Kan tahu sendiri, anak miskin itu sensitif," tegas politisi Partai NasDem tersebut.

Selain warna yang berbeda pada seragam Pramuka, kualitas kain untuk seragam putih abu-abu juga menjadi sorotan.

Menurut Imam, kualitas kain bantuan jauh di bawah standar yang digunakan siswa lain. Akibatnya, beberapa orang tua terpaksa membeli kain baru dan menanggung biaya jahit agar anaknya tidak merasa dikucilkan.

BACA JUGA:884 Pelajar SMA Sederajat Terima Beasiswa Pemuda Tangguh, Tersisa 24.721 Lagi

“Beli kainnya Rp280 ribu, ongkos jahitnya Rp200 ribu per set,” jelas Imam, menggambarkan beban ekonomi tambahan yang harus ditanggung keluarga miskin.

Sumber: