Seragam Beda Warna dan Kualitas, Bantuan untuk Siswa Pemuda Tangguh Surabaya Dinilai Mubazir
Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i--
Meskipun ada inisiatif dari beberapa kepala sekolah dan guru untuk membantu menjahitkan seragam yang sesuai, jumlahnya sangat terbatas, hanya sekitar lima siswa per sekolah.
"Untungnya ada beberapa di sekolah negeri di Surabaya itu memperlakukan anak asuh. Tapi ya kira-kira lima siswa lah," katanya.
Melihat fakta ini, Imam mendesak Pemkot Surabaya untuk lebih cermat dalam merencanakan dan mendistribusikan bantuan.
“Harusnya cermat sebelum membagi seragam. Lihat dulu seragamnya itu seragam pramuka yang warnanya seperti apa, abu-abunya yang seperti apa,” ujar mantan jurnalis ini.
Ia menyayangkan penggunaan dana APBD yang akhirnya tidak tepat sasaran dan berpotensi sia-sia.
"Ini kan dibelikan dengan uang APBD ya. Ternyata kemudian enggak kepakai, mubazir," tegasnya.
Kritik ini semakin tajam mengingat kondisi keuangan Pemkot Surabaya yang disebut tengah menanggung utang hingga Rp452 miliar. Imam menilai, di tengah situasi tersebut, efisiensi dan ketepatan belanja daerah menjadi hal yang sangat penting.
“Ya, utangnya memang bukan untuk seragam, untuk yang lainnya. Tapi kan ironis, ini dibelani utang untuk nambal belanja,” tambahnya.
Sebagai solusi, Imam mendorong pemkot untuk segera melakukan standardisasi kualitas dan warna seragam bantuan. Dengan demikian, bantuan yang diberikan di masa depan dapat benar-benar mencapai tujuannya, yaitu menyetarakan dan mendukung siswa tanpa menciptakan stigma baru.
“Harusnya distandarkan. Kalau tujuannya ingin membantu anak orang miskin, berikanlah yang terbaik. Jangan pokoknya yang penting memberikan bantuan, tapi kemudian kualitasnya jelek. Kan kasihan sekali anak-anak ini, berbeda dengan teman-teman lainnya,” pungkasnya. (alf)
Sumber:



