umrah expo

Normalisasi Sungai di Tambak Asri Surabaya Picu Gejolak, Ratusan Warga Tolak Penggusuran

Normalisasi Sungai di Tambak Asri Surabaya Picu Gejolak, Ratusan Warga Tolak Penggusuran

Warga membentangkan banner yang berisi curahan hati mereka.--

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Rencana program normalisasi sungai oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya di kawasan Tambak Asri, Kelurahan Morokrembangan, Kecamatan Krembangan, menuai penolakan dari warga setempat.

Ratusan kepala keluarga yang rumahnya berada di bantaran sungai merasa resah karena terancam penggusuran akibat pelebaran sungai yang direncanakan mencapai 18 meter.


Mini Kidi--

Warga menumpahkan keresahan mereka melalui spanduk-spanduk protes yang terpasang di sepanjang pemukiman.

Mereka menuntut solusi yang tidak merugikan warga yang telah menempati kawasan tersebut selama puluhan tahun.

BACA JUGA:Pansus Raperda Penanggulangan Banjir Desak Pemkot Surabaya Miliki Alat Penyedot Lumpur Canggih

Sumariono, salah seorang warga RT 09/RW 06, mengaku kaget dengan rencana pelebaran sungai yang dinilai terlalu ekstrem.

Menurutnya, dampak dari proyek tersebut tidak hanya akan merusak bangunan semi permanen, tetapi juga memaksa sebagian warga kehilangan rumah mereka sepenuhnya.

BACA JUGA:Banjir Rob Kembali Genangi Kalianak Timur Surabaya

"Kalau hanya dibersihkan atau dikeruk, kami sangat setuju. Tapi ini mau dilebarkan sampai 18 meter, berarti ada rumah yang harus dibongkar total," ujar Sumariono.

Alasan pemkot melakukan pelebaran itu adalah untuk menanggulangi banjir rob. Namun, Sumariyono membantah keras klaim tersebut. Ia menegaskan bahwa wilayah Tambak Asri tidak pernah mengalami banjir rob maupun banjir besar lainnya.

"Mau dikemanakan warga ini? Kalau dilebarkan 18 meter apa fungsinya? Di sini tidak pernah banjir. Kalaupun ada rob, itu melanda kawasan Kalianak yang dekat laut, bukan di sini," tegasnya.

Ia mengaku genangan yang sesekali muncul itu bukan karena sungai, tapi karena program pavingisasi yang tidak didukung drainase memadai.

BACA JUGA:Waspada Banjir Rob Ancam Pesisir Jatim Tanggal 10-13 Juli 2025

Sumariono, yang telah tinggal di sana selama 32 tahun, menjelaskan bahwa status tanah yang ditempati warga memang bukan sertifikat hak milik. Warga hanya memegang surat pernyataan persaksian tanah negara yang ditandatangani oleh perangkat pemerintahan terdahulu. Meski begitu, mereka telah menjadi bagian dari komunitas di sana selama beberapa generasi.

Sementara itu, Ketua RW 06 Kelurahan Morokrembangan, Karnoto, membenarkan bahwa ada sekitar 350 rumah di 11 RT yang akan terdampak langsung oleh proyek ini. Dampaknya bervariasi, mulai dari yang bangunannya tergusur sebagian hingga yang harus dibongkar seluruhnya.

"Warga di sini sudah tinggal sangat lama, paling sebentar itu dua tahun, tapi rata-rata sudah 25, 30, bahkan lebih dari 40 tahun," jelas Karnoto.

BACA JUGA:Warga Kalijudan Lega, Saluran Air Baru Antisipasi Banjir

Yang paling memberatkan, menurut Karnoto, hingga saat ini belum ada sama sekali pembicaraan dari pihak Pemkot Surabaya terkait kompensasi atau solusi relokasi. Ia mencontohkan normalisasi tahap pertama di kawasan Kalianak, di mana warga yang terdampak juga tidak menerima ganti rugi maupun tempat tinggal baru.

"Banyak warga mengeluh ke saya, nanti mau tinggal di mana kalau rumahnya dibongkar. Beli rumah baru dalam waktu singkat itu tidak mungkin. Warga sangat dilema, dan saya sebagai pemangku wilayah juga tidak tega," ungkapnya.

Meskipun menolak rencana pelebaran 18 meter, warga pada dasarnya tidak anti terhadap program pemerintah. Mereka menawarkan solusi jalan tengah atau win-win solution.

BACA JUGA:DPRD Surabaya Beri Rapor APBD 2024: Apresiasi Banjir Pujian, Efisiensi dan Pemerataan Jadi Catatan Kritis

Sumariono, mewakili suara banyak warga lainnya, mengusulkan agar normalisasi tetap berjalan namun dengan lebar yang lebih masuk akal.

"Kami mendukung program pemerintah, tapi tidak perlu selebar itu. Cukup 4 meter saja, diambil 2 meter dari sisi Tambak Asri dan 2 meter dari sisi Asemrowo. Itu sudah lebih dari cukup untuk melancarkan aliran sungai," usulnya.

Harapan warga kini tertumpu pada kebijaksanaan Pemkot Surabaya. Mereka meminta pemerintah tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga mempertimbangkan nasib ratusan keluarga berpenghasilan rendah yang terancam kehilangan satu-satunya tempat mereka bernaung.

"Harapan kami di RW 06, kalaupun harus tetap dilakukan, paling tidak ada tempat relokasi atau tali asih. Jangan sampai program pembangunan justru menyengsarakan warganya sendiri," pungkas Karnoto.

Sumber: