Karena Orang Ketiga: Ketika Cinta Lama Tak Lagi Rahasia (2)
-Ilustrasi-
Bulan menunduk. “Jadi, selama ini aku nggak cukup?”
“Itu bukan maksudku, Bulan… Kamu hebat, kamu ibu yang luar biasa, tapi aku… aku merasa kosong. Kamu sibuk dengan anak-anak, pekerjaan rumah, dan sejujurnya… aku merasa tak lagi diperhatikan.”
Perkataan itu membuat Bulan ingin menjerit. Selama ini ia menelan semua lelahnya tanpa keluhan, mengurus rumah, anak-anak, menjaga semuanya tetap berjalan. Tapi ternyata suaminya menganggap itu bukan cinta?
“Kalau kamu merasa tak diperhatikan, kenapa tak bicara? Kenapa harus cari pelarian?”
Bintang berdiri, gelisah. “Aku nggak tahu. Awalnya hanya ngobrol, nostalgia. Tapi jadi terlalu nyaman. Aku salah, aku tahu itu.”
Malam itu sunyi. Hanya suara detik jam dinding dan isak tertahan dari Bulan yang terdengar.
Keesokan harinya, Bulan pergi ke rumah orang tuanya. Ia butuh waktu untuk berpikir. Bintang tak menahannya, hanya mengantar dengan mata sembab dan kepala tertunduk.
Di rumah orang tuanya, Bulan menangis dalam pelukan ibunya. “Aku capek, Bu. Aku bukan malaikat. Aku juga bisa lelah. Tapi aku bertahan karena anak-anak.”
Ibunya mengusap rambutnya pelan. “Kamu nggak harus bertahan demi hal yang membuatmu hancur. Tapi kamu juga harus tenang sebelum ambil keputusan.”
Bulan terdiam. Di tengah badai yang mengoyak rumah tangganya, ia sadar bahwa ini bukan hanya tentang cinta. Ini tentang kejujuran, penghargaan, dan pilihan: memperbaiki atau melepaskan.
Dan malam itu, ia menulis surat. Untuk Bintang. Bukan surat perpisahan. Tapi surat tentang luka yang tak bisa disembuhkan hanya dengan kata “maaf”.
Sumber:

