Sejarah dan Makna Perayaan Hari Raya Idul Fitri
Di Indonesia, tradisi halal-bihalal identik dengan perayaan Idul Fitri bagi warga Muslim Indonesia. --Freepik
MEMORANDUM - Di Indonesia, tradisi halal-bihalal identik dengan perayaan Idul Fitri bagi warga Muslim Indonesia.
Momen kemenangan ini dicapai setelah umat muslim selesai menjalankan ibadah puasa dengan mengendalikan nafsu dan berbagai keburukan di bulan Ramadan.
Selain itu, Hari Raya Idul Fitri juga menjadi momen bagi umat muslim untuk saling maaf-maafan.
Dalam sejarah Islam, perayaan Idul Fitri pertama kali diselenggarakan pada 624 Masehi atau tahun ke-2 Hijriyah.
Waktu perayaan tersebut bertepatan dengan selesainya Perang Badar yang dimenangkan oleh kaum Muslimin.
Perang yang terjadi pada Ramadhan itu dengan jumlah pasukan di sisi umat Muslim yang jauh lebih sedikit dibanding kaum kafir, nyatanya diganjar Allah dengan perayaan yang luar biasa indah dan barokahnya Idul Fitri.
BACA JUGA:Merayakan Idul Fitri dengan Penuh Syukur: Mempererat Silaturahmi dan Menghargai Momen Kebersamaan
BACA JUGA:Racun Tiktok, Hijab dan Gamis Wanita Yang akan Jadi Trend Lebaran Tahun Ini
Menjelang perayaan Idul Fitri saja, umat Islam diwajibkan menunaikan zakat untuk dibagikan kepada para mustahik (orang-orang penerima zakat).
Hari raya umat Muslim seperti Idul Fitri dan Idul Adha, setiap Muslim justru ditekankan untuk berbuat kebaikan dan kemaslahatan.
Menurut Prof HM Baharun, hakikat perayaan Idul Fitri sendiri sejatinya adalah perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadhan.
Umat Islam yang berhasil menjinakkan nafsu selama Ramadhan kembali fitrah dan layak untuk merayakannya dengan cara yang baik dan benar.
Dalam buku Al Masalik wal Mamalik karya Ibnu Khordabdih dijelaskan, mayoritas watak masyarakat yang hidup sepanjang garis katulistiwa merupakan orang-orang yang terbuka dan egaliter. Sikap tersebut identik dengan masyarakat Indoenesia.
Lebaran ketupat merupakan tradisi yang ikut menyemarakkan perayaan Idul Fitri khusunya masyarakat Jawa.
Sunan Kalijaga mengajarkan masyarakat Jawa untuk membuat makanan dengan bahan utama beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa. Anyaman daun ketika itu identik dengan ciri khas budaya dan seni masyarakat Jawa.
Secara filosofis, Lebaran Ketupat juga memiliki makna yang mendalam. Kata ketupat yang berasal dari kata kupat dalam bahasa Jawa berarti mengakui kesalahan.
Sehingga dalam Lebaran Ketupat pun dikenal dengan istilah sungkeman, memohon maaf dari orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan.
Banyak makna dan sejarah yang tersimpan dalam perayaan hari raya idul fitri.
Hari raya idul fitri menjadi moment berkumpulnya kelurga besar, saling maaf-maafan, dan menikmati hidangan khas hari raya idul fitri, seperti ketupat,opor ayam,sayur manisa, dan macam-macam kue kering.
(mg14)
Sumber: