Marak Petisi Jokowi, Tokoh Pergerakan Blitar: Bumi Proklamator Lawan Perusakan Etika Demokrasi
Dr. Supriarno, S.H., M.H.-Biro Blitar-
BLITAR, MEMORANDUM - Suara kemarahan publik atas rusaknya nilai-nilai etika dan demokrasi terus bergema, seiring dengan pernyataan sikap beberapa universitas di Indonesia. Keresahan ini pun terjadi BLITAR, tempat Presiden pertama RI, Bung Karno dilahirkan.
Di bumi Bung Karno ini, suara-suara kejengkelan terhadap Rezim Presiden Joko Widodo yang dianggap telah menabrak nilai-nilai etika dan demokrasi, terus menjadi perbincangan.
Komentar pedas pun datang dari pengamat politik yang juga tokoh pergerakan kawakan asal Blitar, Dr. Supriarno, S.H., M.H. Ia menyebut bahwa, merusak tatanan demokrasi, sama saja menginjak-injak ideologi bangsa.
"Presiden itu pemimpin etik, pemimpin moral. Jika dia sampai merusak tatanan demokrasi, merusak tatanan etika dan moral, itu sama saja menginjak-injak ideologi," kata dia, Senin 5 Februari 2024.
BACA JUGA:STITMA Blitar Nyatakan Sikap, Minta Jokowi Netral
Diketahui, beberapa kampus telah tampil untuk menyatakan sikap mengkritik keras Presiden Joko Widodo, diantaranya UGM, UII, UI, Universitas Andalas, Unpad, dan lainnya.
Terbaru, di Blitar, ada Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Misbahudin Ahmad (STITMA) yang telah menyatakan sikapnya, menuntut Presiden untuk netral dan tidak menggunakan fasilitas negara dalam pemenangan paslon tertentu.
Semua ini berawal dari Putusan MK soal batas usia capres-cawapres, yang dinilai publik sarat akan kepentingan meloloskan salah satu kandidat.
Ditambah lagi, Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan Ketua MK saat itu, Anwar Usman melakukan pelanggaran etik berat, dan dicopot dari jabatannya.
BACA JUGA:Pulung Agustanto Yakin Blitar Tetap Kandang Banteng: Nek Diidak Tambah Dadi
Tak hanya itu, terbaru, DKPP RI memutuskan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan anggotanya terbukti melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari. Ini berarti, penyelenggaraan Pemilu 2024 telah ternodai 2 pelanggaram etika.
"Ini seperti pergerakan para pendiri bangsa dalam merebut kemerdekaan. Wajar jika para akademisi sampai bergerak, karena memang sudah keterlaluan. Saya pun sebagai akademisi tersinggung berat atas perbuatan Presiden sampai merusak demokrasi seperti itu," imbuhnya.
"Maka, saya harap seluruh akademisi di Blitar Raya, Tulungagung, dan sekitarnya, segera menyatakan sikap," sambungnya.
Terlebih, banyak dugaan keberpihakan Presiden dan beberapa menterinya terhadap salah satu paslon. Mulai dari menyatakan Presiden boleh berkampanye, pembagian bansos, dan narasi 'bansos jokowi' dari para orang-orang disekitar Presiden.
Sumber: