Beban Hidup

Beban Hidup

Pemimpin Redaksi Sujatmiko--

 

Oleh: Sujatmiko

Pemred Memorandum

Di era politik, disparitas ekonomi semakin terlihat tajam, mempengaruhi mentalitas generasi bangsa yang melemah. Catatan terakhir menunjukkan peningkatan kasus bunuh diri dan kekerasan yang berujung pada kehilangan nyawa.

Nyawa tampak tak berarti sama sekali, dengan mudah dilenyapkan tanpa belas kasihan, meskipun Sang Khalik tidak menghendaki hamba-Nya melakukan hal seperti itu.

BACA JUGA:Netralitas Polri

Fenomena ini memiliki latar belakang yang kompleks, termasuk rasa kesal dan kecewa. Namun, tidak mudah menggurui seseorang, menanyakan mengapa harus memilih jalan tersebut.

BACA JUGA:Bersaing Sehat

Beban hidup, harus ditanggung setiap individu, menghadapi berbagai cobaan dengan porsi yang berbeda, tanpa memandang status ekonomi.

Setelah Pemilu 2024, mungkin akan ada peningkatan kasus seperti ini. Mereka yang tidak siap kalah mungkin memutuskan jalan itu karena kehabisan uang, kalah, dan merasa malu.

Salah satu contoh kasus yang mencengangkan adalah Bernadette Caroline, mahasiswi Kedokteran Hewan Unair yang memilih mengakhiri hidup dengan menghirup gas freon.

Insiden bunuh diri kembali terjadi di lingkungan kampus lainnya, menunjukkan perlunya perhatian terhadap kesehatan mental remaja dan dewasa muda. Deteksi dini diperlukan untuk menyelamatkan mereka.

Aksi kejahatan dan bunuh diri harus menjadi perhatian warga sekitar. Penting bagi masyarakat untuk memberikan bantuan kepada orang yang menunjukkan tanda-tanda kesulitan.

Pelaku bunuh diri bukanlah keputusan tiba-tiba, mereka melewati proses berpikir panjang dan rumit. Beberapa sudah mencari bantuan, tetapi semakin sulit bagi mereka bertahan, terkait dengan gangguan mental seperti stres dan depresi.

Masyarakat perlu peka dan menunjukkan empati pada sesama, mengendalikan ucapan dan tindakan negatif. Meskipun mengakhiri hidup tidak dapat dibenarkan, tidak seharusnya masyarakat memberi stigma negatif pada pelaku bunuh diri.

Mencegah bunuh diri dimulai dari kesadaran diri, mengakui bahwa setiap individu memiliki kekurangan dan kelebihan serta kerumitan yang berbeda.

Untuk itu, perlu ditekankan empati masyarakat, menahan diri dari stigmatisasi terhadap pelaku bunuh diri. Termasuk mendorong upaya pencegahan bunuh diri dimulai dari kesadaran individu. (*)

Sumber: