Cinta Sejati Seorang Kekasih yang Tidak Harus Memiliki (1)

Cinta Sejati Seorang Kekasih yang Tidak Harus Memiliki (1)

Presiden Rombeng yang Tampak Remeh di Mata Calon Mertua Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya “Aku bingung, Mas. Aku ingin membantu seseorang tapi tidak tahu cara terbaik untuk itu.” Kalimat ini meluncur dari bibir seorang lelaki berusia sekitar 50 tahun. Namanya sebut saja Rahmat Hidayat (samaran), Dayat. Teman semajelis taklim di sebuah masjid kawasan Wiyung. “Ya bantu saja,” saran Memorandum enteng. “Ini serius, Mas,” sambung Dayat, yang lantas merangkul pundak Memorandum dan membimbing ke pojok teras masjid. Dia kemudian pergi dan kembali dengan dua cangkir kopi di tangan kanan dan kiri. “Cek gak salah paham, Mas.” Andai yang dia bantu itu orang lain, Dayat mengaku tidak akan canggung. Tapi, kali ini yang akan dia bantu adalah sang mantan. Kekasihnya semasa kuliah dan sangat dia cintai. “Kami saling cinta. Masalahnya, kami tidak disetujui ayah mantanku itu (sebut saja Nia, red). Dia dipaksa menikah dengan anak sahabat ayahyanya. Kuno ya, Mas? Tapi, itulah kenyataannya,” kata Dayat. Menurut Dayat, ayah Nia yang seorang pejabat pemerintahan tidak setuju anaknya menikah vs dirinya yang waktu itu memang bukan siapa-siapa. Hanya mahasiswa yang nyambi jadi juragan rombeng kecil-kecilan. “Aku sering di-bully teman-teman dan dijuluki sebagai presiden rombeng. Ada juga yang menyebutku direktur rombeng. Atau apalah, atau apalah,” kata Dayat, disambung tawa renyah. Dayat memperkirakan mantan bakal calon (balon) mertuanya lebih kemilih anak sahabatnya karena sahabatnya itu seorang pengusaha sukses rekanan pemerintah daerah tempat kerja ayah Nia. “Waktu itu aku gak onok apa-apane, Mas.” Dayat melanjutkan cerita. Begitu lulus kuliah, Nia langsung dinikahkan. Pengantin prianya, yang anak pengusaha tadi, tidak sampai lulus kuliah. Dia drop out (DO) di tengah jalan. Awalnya rumah tangga Nia vs anak pengusaha tadi, sebut saja Koko, berjalan harmonis. Sayang, keharmonisan tersebut tidak berlangung lama. Koko hobi main-main di luar rumah. Nia sering curhat kepada adiknya, dan adiknya menceritakannya kepada Dayat. Jadi, apa pun yang terjadi pada keluarga Nia, Dayat pasti tahu. “Dulu adik Nia memang lebih setuju kakaknya menikah dengan aku,” aku Dayat, disambung senyum kecut dan rona wajah memerah sekilas. Kata Dayat, adik Nia, sebut saja Mala, bahkan pernah memergoki kakak iparnya berjalan dengan seorang perempuan di sebuah mal. Masuk bioskop. Mala lantas membuntuti keduanya. “Di tengah pemutaran film, Mala berusaha pindah ke belakang kursi Koko vs ceweknya tanpa sepengetahuan sang kakak ipar. Apa yang dia lihat? Serem dan tidak pantas dibicarakan,” kata Dayat, lirih. (bersambung)  

Sumber: