Conten Creator TikTok Lupakan Bangku Sekolah (1)

Conten Creator TikTok Lupakan Bangku Sekolah (1)

Conten Creator TikTok Lupakan Bangku Sekolah--

Pindah Letak Sajadah agar Dikira Salat

Nunuk (bukan nama sebenarnya) menyesal tidak menurut orang tua. Perjalanan hidupnya sempat berantakan karena sikapnya itu. Semua telanjur terjadi dan tak mungkin diulang.

Kisah perempuan berwajah mirip Dela Puspita ini berawal saat masih duduk di bangku kelas satu SMA. Hobinya bermain TikTok telah memalingkan konsentrasinya sebagai pelajar.

Dia lebih tertarik berlama-lama menghadap layar HP atau komputer menjadi konten kreator. Dari semula sekadar hobi, Nunung yang akhirnya tahu bah TikTok bisa menghasilkan uang makin menjadikannya melupakan bangku sekolah.

Berbagai cara dilakukan orang tuanya agar Nunuk kembali konsentrasi menekuni pelajaran di sekolah. Sayang, niat baik orang tuanya itu justru dianggap Nunuk sebagai tekanan dan paksaan. Bila disuruh belajar, Nunuk tidak langsung mengiyakan.

Perempuan lumayan cantik ni justru pamit belajar bersama ke rumah teman. Dia memang berangkat ke rumah temannya itu. Namun bukan bukan untuk belajar, tapi numpang ber-TikTok.

“Aku memang ke rumah teman itu. Aku bilang ke ibunya mau belajar bersama dan dipersilakan. Kami lantas masuk kamar. Temanku itu memang belajar, tapi aku Tik-Tok-an sendiri,” kata Nunuk, yang mengaku yakin sang ayah pasti mengecek keberadaannya dengan menelepon orang tua temannya.

“Satu kosong,” imbuhnya, lantas tertawa kecil.

Hal itu terjadi tidak hanya sekali-dua kali. Melainkan berkali-kali hingga tak terhingga. Hasilnya Nunuk tidak naik kelas.

Kemarahan orang tua, terutama ayahnya, tak dihiraukan. Nunuk dipindah sekolah berbasis agama dan dititipkan ke pondok pesantren di Jombang.

“Aku sempat ditampar Ayah. Sebab, di sekolah yang kutinggalkan, diam-diam aku menghabiskan tabungan teman-teman. Aku kan bendahara kelas,” aku Nunuk di atas motor yang diparkir di halaman Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu.

Nunuk mengaku tidak serta merta bisa menolak keinginan sang ayah. Kalau itu  dia lakukan, Nunuk yakin dirinya pasti dihajar. Tidak hanya ditampar atau dijambak, tapi juga didera dengan sapu lidi seperti biasanya. Dan itu menyakitkan. Sangat.

Akhirnya Nunuk terpaksa menjalani kehidupan pesantren yang dirasa aneh, yang tidak pernah dibayangan sebelumnya. Bayangkan, setiap hari harus bangun pukul 02.00 dini hari, terpaksa salat Tahajud dan mengaji.

“Itu sangat berat, Sebab, jangankan salat Tahajud, selama ini aku tidak pernah salat apa pun. Memang tiap hari Ayah berteriak mengingatkan aku untuk salat. Aku selalu mengiyakan. Padahal, aku hanya memindah-mindahkan letak sajadah di kamar. Agar kalau dicek Ayah, dia percaya aku telah salat,” katanya sambil nyengir.

Ternyata pengawasan di pesantren amat ketat. Tidak hanya oleh Bu Nyai, tapi juga oleh kakak-kakak senior yang lebih tinggi tingkat pendidikannya atau lebih lama tinggal di mess pondokan.

“Kayak hidup di camp tawanan perang atau di penjara,” imbuhnya.

Sumber: