Cemari Lingkungan dan Timbulkan Bau, Warga Karangrejo Blitar Geruduk Tempat Penjemuran Kotoran Ayam
Aksi unjuk rasa warga RT 3 RW 18 Dusun Sumberjo, Desa Karangrejo tempat usaha penjemuran kotoran ayam.--
BLITAR, MEMORANDUM - Warga RT 3 RW 18 Dusun Sumberjo, Desa Karangrejo, Kecamatan Garum memblokade akses masuk tempat usaha penjemuran kotoran ayam.
Warga setempat geram lantaran selama bertahun-tahun dipaksa mencium bau tak sedap, akibat kegiatan produksi tempat usaha itu.
Selain itu, diduga juga terdapat aliran limbah cair dari tempat usaha tersebut, yang mencemari sumber mata air desa.
Imbasnya, sebagian warga setempat mengaku sering menderita gatal-gatal.
"Jadi, tidak hanya aromanya saja yang mengganggu. Tapi juga ada limbah cair yang masuk saluran irigasi warga, akhirnya mencemari sungai dan sumber air. Dan hal ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun, wajar kalau warga marah," kata Dr Supriarno SH MH, pakar hukum yang mendampingi aksi warga, Senin 30 Oktober 2023.
BACA JUGA:Rezim Bupati Blitar Rini Syarifah Diambang Angket dan Interpelasi
BACA JUGA:Bupati Blitar Dikeroyok Angket Empat Fraksi DPRD
Pada kesempatan yang sama, Kades Karangrejo, Imam menuturkan, bahwa tempat usaha yang berdiri dari tahun 2017 ini ditengarai telah tiga kali diprotes warga.
Namun, karena lemahnya pengetahuan dalam hal administrasi, amdal dan perizinan, maka belum membuahkan hasil yang diharapkan dari warga yang protes.
"Udah tiga kali didemo, hari ini yang ke empat kalinya, karena kemarin warga masih belum paham betul terhadap apa yang diproteskan, akhirnya tidak membuahkan hasil apapun. Insya Allah hari ini kita bersama kuasa hukum yang paham terhadap hukum, bisa mendampingi kita untuk mengecek apakah tempat usaha ini telah mempunyai izin terkait amdal, dan lain sebagainya atau belum," terang Imam.
BACA JUGA:Kejari Blitar Tindak Lanjuti Dugaan KKN dalam Tubuh TP2ID
BACA JUGA:Bhabinkamtibmas Polres Blitar Sosialisasikan Bahaya Bullying di Sekolah
Pemerintah desa pun telah memberikan teguran ke pabrik, Imam melanjutkan.
Namun, karena belum adanya tanggapan yang berarti dari pihak pabrik, akhirnya warga yang geram pun tidak dapat menahan aroma amoniak yang tidak kunjung ditangani oleh pabrik dan melakukan aksi.
"Kami sudah pernah mengingatkan, memperingatkan, hingga mengirim surat ajakan untuk berunding terkait polusi yang ditimbulkan dari limbah pabrik. Namun dimentahkan tidak pernah ada balasan," lanjut Imam.
Berlanjut disampaikan oleh Supriarno, bahwa belum pernah ada sanksi yang diberikan kepada pihak pabrik dari yang berwenang ataupun dari pemerintah, padahal pencemarannya nyata dirasakan warga, dan sudah dilakukan pengaduan.
"Hasil dari pabrik ini salah satu konsumennya adalah pemerintah. Jadi pabrik ini mensupply kebutuhan pupuk organik. Namun, di sini kita menyesalkan, harusnya pemerintah berdiri tegak di tengah. Jika memang ada ketidakpatuhan, seperti yang disampaikan oleh pengawas dari DLH (Dinas Lingkungan Hidup) bahwa ada beberapa uji yang wajib dilaporkan, namun hal itu tidak dilakukan oleh pihak pabrik, harusnya diberikan sanksi," ujar Supriarno.
BACA JUGA:Penyelidikan Cepat, Polres Blitar Ungkap Kasus Pembunuhan dalam Waktu 12 Jam
Saat memeriksa kelengkapan izin, Supriarno menjelaskan, terkait izin yang terbit pada tahun 2021, padahal pabrik sudah mulai berdiri dari tahun 2017. Sudah banyak pengaduan dari berbagai sisi, dan unjuk rasa ini adalah klimaksnya.
"Maka dari itu saya tadi sudah sampaikan pada satreskrim yang hadir, untuk atensi adanya pencemaran lingkungan yang masuk pidananya ada atau tidak, dan itu semua sudah diterima oleh pihak kepolisian dan besok akan diperiksa," tandasnya.
Menurut pasal undang-undang lingkungan pasal 109, dan itu ada pidana serta dendanya. Jika pabrik terbukti melanggar undang-undang yang berlaku, bisa saja pabrik ini akan terkena sanksi peringatan, pembekuan, bahkan pencabutan izin usaha.
BACA JUGA:Dewan Minta Masyarakat Kawal Kasus Sewa Rumdin Wabup Blitar
"Meskipun di dalam undang-undang cipta kerja yang baru, hal itu sulit dilakukan. Jika ada norma-norma hukum yang dilanggar, biarkan pihak kepolisian yang memprosesnya," sambung Supriarno.
Di lain sisi, pihak DLH, Pramesti ketika dikonfirmasi mengenai aksi dan desakan oleh warga sekitar lingkungan pabrik pupuk agar membenahi pengolahan limbah dan menghentikan pencemaran sungai.
"Secara aturan mengenai LB3 (Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun) sudah masuk di PP No 22 Tahun 2021, di sana sudah masuk kriterianya apa saja. Yang masuk dalam kriteria LB3 yaitu limbah oli dari genset yang harus dibuatkan khusus di lokasi pabrik," jelasnya
"Untuk pencemaran bau biasanya masuk di wasdal sudah ada intruksi untuk uji tiap 6 bulan sekali. Antara lain uji air, udara maupun uji kebauan. Jika terbukti ada pelanggaran akan kita peringatkan," pungkas Pramesti. (Nus/zan)
Sumber: