Cita-Cita Sederhana Perempuan Jalani Pernikahan (2)

Cita-Cita Sederhana Perempuan Jalani Pernikahan (2)

Cita-Cita Sederhana Perempuan Jalani Pernikahan--

Dia Datang saat Kuliahku Terancam DO

 

Tanpa mengobrak-abrik berkas itu, mbaknya mempersilakan agar ditaruh saja. Aku dan temanku hanya bisa melongo melihat kejadian itu.

Dari fisik ijazahnya, kami tahu orang itu alumni yang sama dengan suamiku.

 

“Ternyata ijazah lulusan almamater suaminya laris, Mbak,” kata temanku.

 

“Coba ajak suamimu melamar kerja di sini,” imbuh temanku.

 

Iya, aku pun berpikir demikian. Coba dia mau melamar kerja biar bisnis kami aku saja yang mengurus.

Tapi dia tidak pernah mau bekerja. Maunya diam di rumah ongkang-ongkang kaki tapi duit tetap mengalir.

Astaghfirullah, maaf karena telah berkata begitu tentang seseorang yang seharusnya kuhormati.

 

Aku sudah capek hati dengan sikapnya. Maksudku, dia punya ijazah 'ajaib'. Dengan ijazah itu dia bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik daripada bisnis ala kadarnya seperti ini.

Daripada aku yang harus bekerja, aku hanya mendapat pekerjaan sebagai penjaga toko, dengan gaji seadanya, dan keluarga jadi tidak terurus.

Aku kecapekan, rumah berantakan, anak juga jadi telantar. Kenapa dia tidak memikirkan kondisi kami sama sekali?

 

BACA JUGA:Cita-Cita Sederhana Perempuan Jalani Pernikahan (1)

Hari itu aku mendapat gaji pertamaku. Karena saat itu aku sedang menyusui anakku, temanku memberikan gajiku kepada suamiku.

Dia pegang semua uang itu. Aku tidak mendapat sepeser pun. Aku bertanya kepadanya apakah aku bisa minta uang itu untuk membeli kebutuhan sehari-hari?

Tapi katanya uang itu akan digunakan untuk menambah modal bisnis. Aku hanya menerima sepertiga dari gajiku yang bahkan tidak cukup untuk membeli susu anak kami.

Dalam hati aku berkata, kalau ternyata dia tidak sanggup bertanggung jawab seperti itu, untuk apa dia dulu bersikeras menikahiku?

 

Dulu aku menerima lamarannya karena aku berharap ada yang bisa mendampingiku melalui masa-masa sulit. Ada yang memberi dorongan dan motivasi sehingga kita bisa melalui masa-masa sulit bersama.

 

Karena saat itu aku terancam berhenti kuliah karena ibu menganggap aku kuliah hanya buang-buang duit.

Memang banyak sekali kebutuhan. Di samping biaya kuliah yang tidak sedikit, juga biaya kos dan biaya hidup yang mencekik.

Sehingga uang beasiswaku tidak cukup untuk memenuhi semuanya.

BACA JUGA:Cita-Cita Sederhana Perempuan Jalani Pernikahan (1)

Di saat aku merasa stres dan membuat prestasiku di kampus menurun drastis, datanglah dia memberikan angin segar.

 

Dia banyak memberikan janji dan iming-iming bakal membuka mengembangkan usaha bisnis kalau kami menikah nanti.

Namun di tengah perjalanan terjal pernikahan kami, dia malah menyuruhku untuk berhenti kuliah.

Toh nantinya juga aku akan diam di rumah, mengurus rumah tangga, tidak akan menggunakan ijazahku untuk bekerja, katanya.

 

Aku sudah menjelaskan bahwa aku kuliah bukan hanya untuk ijazah, kuliah benar-benar menjadi hal yang sangat penting buatku.

Tapi dia punya argumen yang lebih kuat untuk membuatku berhenti kuliah. Dia mulai menguras seluruh isi dompetku, sehingga aku tidak bisa berbuat apa-apa tanpa seizinnya.

 

Alu akhirnya berhenti kuliah. Selain merasa stres karena nilaiku jelek, aku tidak memiliki uang sepeser pun untuk membayar biaya kuliahku.

Itulah sebabnya aku hanya bisa menjadi penjaga toko untuk membantu keuangan keluarga kami.

 

BACA JUGA:Cita-Cita Sederhana Perempuan Jalani Pernikahan (1)

Suatu hari suamiku tertipu oleh rekan bisnisnya. Uang milik customer-nya dibawa kabur oleh rekannya yang baru dia kenal dari Facebook.

Setiap hari banyak yang menggedor rumah untuk minta pertanggungjawaban suami.

 

Aku yang sudah stres dengan kondisi yang kualami, semakin tertekan dengan semua itu.

Untungnya aku masih rutin ikut pengajian ibu-ibu di dekat rumah setiap minggunya.

Sehingga ada yang merangkulku dan memberiku nasihat untuk bersabar dan tetap kuat dengan kondisi ini.

Sumber: