Penderitaan di Balik Perkawinan tanpa Restu Orang Tua (2)
Tak Pernah Pulang, Suami Tumbang dalam Dekap Penari Striptis Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Anjar sering berpikir, “Benarkah ketidakbahagiaan keluargaku karena perkawinan kami tidak direstui orang tua?” Sebab, faktanya, sepanjang usia perkawinannya dengan Beni yang belum genap tiga tahun, sepanjang itu pula penderitaan yang dia rasakan. Anjar hanya merasakan tujuh atau delapan bulan mereguk manisnya perkawinan. Selebihnya adalah penderitaan yang tak bertepi. Dan, penderitaan itu jadi berlipat ketika pada suatu pagi buta Anjar melihat seorang perempuan cantik dan seksi di boncengan motor sang suami. Di depan rumah. Di depan pintu ruang tamu. Ceritanya, seperti biasa Beni malam itu tidak pulang. Karena itu, mendengar suara motor di depan rumah, dengan ogah-ogahan Anjar membukakan pintu. Saat daun pintu ditarik ke dalam, terlihatlah perempuan itu. “Siapa dia?” tanya Anjar waktu itu. Tanpa emosi. Tidak seperti biasanya yang selalu meledak-ledak, pagi itu Anjar menanggapi pemandangan di depan matanya dengan dingin. Bisa jadi kejadian seperti itu sudah diyakini bakal dihadapi dan mentalnya sudah dipersiapkan, namun bisa jadi pula Anjar sudah kehabisan energi menghadapi Beni. “Bukan urusanmu. Aku mau pergi lagi. Ada urusan. Aku mau ambil tas,” itulah kata-kata terakhir yang didengar Anjar dari mulut Beni, sebelum akhirnya wanita ini mengajukan gugatan cerai. Sampai di situ cerita yang didapat Memorandum. Anjar dipanggil petugas untuk masuk ruang sidang. Memorandum sempat kecewa dan tak yakin bakal mampu menyelesaikan tulisan soal rumah tangga Anjar vs Beni. Saat mengikuti Anjar masuk ruang sidang, Memorandum bertemu pengacaranya, yang kebetulan sudah lama dikenal Memorandum. Maka, selepas sidang kami janjian bertemu untuk pengumpulan bahan cerita pasangan ini. Ternyata perempuan cantik yang dilihat Anjar pagi itu adalah penari striptis sebuah klub malam di kawasan Mayjen Sungkono. Dari cerita-cerita Anjar yang digali dari teman-teman suaminya, Beni sebenarnya tidak hanya dekat dengan penari striptis itu, sebut saja Ningsih, tapi juga dengan banyak wanita malam lain, pemandu lagu dan para waiters. “Tapi, katanya Beni memang lebih dekat dengan si Ningsih itu,” kata pengacara berpenampilan dandy ini. Sejak pagi itu, hingga berita ini ditulis sekitar enam bulan kemudian, Beni tidak pernah pulang. Tidak pernah memberikan nafkah lahir maupun batin. Anjar yang sempat malu mengadukan masalah rumah tangganya ke orang tua akhirnya memberanikan diri untuk sowan dan berkeluh kesah. “Anak ini (Anjar, red) nikah sama suaminya, siapa itu, si Beni? tanpa persetujuan orang tua. Gadis ini tampaknya korban pergaulan bebas zaman now. Dia hamil duluan dengan Beni. Mereka kawin lari. Dikawinkan paman si Anjar di Malang. Eee… nggak tahunya Beni terpikat penari striptis. Tumbang kena goyangannya yang yahud, kali,” imbuh sang pengacara, disusul tawa panjang. Orang tuanya juga yang menyarakan Anjar mengajukan gugatan cerai dan selalu mendampingi setiap sidang. Mereka bergiliran menemani. Kadang ayah dan ibunya, kadang kakak lelakinya, kadang adik-adiknya. Kebetulan saat bertemu Memorandum, Anjar ditemani adik perempuannya yang tinggal di Lampung. Kebetulan dalam minggu-minggu ini dia sedang pulang kampung. Sekarang Anjar tinggal serumah dengan orang tuanya. (habis)
Sumber: