Setop Bully, Peran Penting Orang Tua

Setop Bully, Peran Penting Orang Tua

--

“Sok cantik, sok baik, sok lucu,” ucap seorang anak TK dengan nada ketus. Lontaran ini diarahkan seorang anak berusia 6 tahun kepada temannya yang berbeda penampilan. Alasannya simpel, anak yang dikatai itu sedang berdandan beda. Memakai bando dan kacamata ketika datang ke sekolah. Penulis sempat kaget  saat mendengar kata-kata itu.

Rupanya bullying sudah terjadi di usia anak-anak. Tentu saja aksi ini dapat memengaruhi mental si korban. Lalu, apa yang membuat bullying ini terjadi semudah itu di lingkungan sekitar? Disadari atau tidak, bullying merupakan tindakan penindasan atau intimidasi. Bisa dilakukan individu atau oleh sekelompok untuk menyakiti  atau menyudutkan.

Oleh sebab itu, ada beberapa dampak bullying yang perlu diwaspadai karena bisa memengaruhi kesehatan mental korban maupun pelaku. Misalnya, memicu timbulnya gangguan emosi, masalah pikiran, gangguan tidur, dan penurunan prestasi.

Fenomena bullying semakin hari dinilai semakin ekstrem dan dilakukan berulang bahkan hingga muncul korban. Yang lebih mengkhawatirkan, seringkali lingkungan menganggap bahwa hal tersebut hanya sebuah bentuk candaan. Bully tetaplah bully yang dapat berdampak pada korbannya.

Apa yang penulis sampaikan di awal pembukaan catatan ini, sudah pasti akan mendapatkan banyak tanggapan berbeda.  Ada yang berpendapat untuk memaafkan saja, tapi tanpa tindakan tegas pada pelaku, akhirnya akan memengaruhi kesehatan mental korban. Justru sikap ini akan melanggengkan bullying.

Banyak faktor yang memicu terjadinya bullying. Misalnya dari keluarga, lingkungan sekolah, pertemanan, dan apa yang dilihat anak di media sosial (medsos). Faktor yang paling dominan adalah cara mendidik orang tua. Kekerasan fisik maupun verbal di dalam keluarga, bisa membentuk karakter anak sebagai pelaku bully. Atau sebaliknya, anak bisa menjadi korban karena merasa tidak berdaya.

Suasana rumah yang tidak aman seperti penuh dengan konflik dan agresi antara ayah dan ibu atau orang tua dan anak juga dapat memicu anak tumbuh menjadi pelaku bully. Jika diteruskan, perilaku bully berdampak menurunnya kepercayaan diri korban. Misalnya, korban memilih mengisolasi diri dari lingkungan seperti tidak mau sekolah atau keluar rumah. Hal ini bisa jadi membuat korban mengalami stres dan depresi.

Sebab itu, mencegah sedini mungkin perilaku bullying yang dapat berakibat fatal pada korban, dibutuhkan penanganan dari orang paling terdekat yakni, keluarga. Orang tua perlu membangun kedekatan dengan anak atau remaja untuk membantu perkembangan emosi yang positif.

Dengan demikian, anak dapat melihat orang tua sebagai orang dewasa yang dapat dipercaya dan diandalkan. Sehingga anak atau remaja yang mengalami kesulitan tidak segan bercerita dan meminta bantuan kepada orang tua.

Perlu juga dilakukan psikoedukasi kepada anak, orang tua, guru, dan masyarakat luas tentang bahaya dari perilaku bullying. Hal ini penting agar mereka memahami perilaku bully itu seperti apa, bagaimana jika ternyata anggota keluarga dekat menjadi korban, dan bagaimana ketika melihat ada tindakan bully di sekitar, serta sikap apa yang perlu diambil untuk membentengi aksi bullying.

Penulis yakin, bullying terhadap anak merupakan tindakan yang tidak dapat diterima dalam masyarakat modern saat ini. Terlepas dari peran penting polisi dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sebab, bullying dapat memiliki konsekuensi jangka panjang yang merugikan bagi anak-anak yang menjadi korban. Hal ini dapat mengganggu perkembangan psikologis, menyebabkan kerugian dalam kepercayaan diri, dan bahkan berdampak negatif pada prestasi akademik.

Polisi sebagai sebuah lembaga penegak hukum, perlu berperan aktif dalam melindungi anak-anak dari segala bentuk pelecehan, termasuk bullying.  Aparat perlu memberikan imbauan serta membantu dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak di semua sektor masyarakat.

Untuk melawan bullying, polisi dapat terlibat dalam pencegahan aksi bullying di sekolah-sekolah. Hadir mengedukasi anak-anak tentang pentingnya menghormati satu sama lain. Mengingatkan bahwa tindakan bullying adalah salah, tidak berperikemanusiaan, dan tidak dapat ditoleransi.

Petugas juga perlu bekerja sama dengan komunitas dan keluarga untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang dapat dilakukan bersama-sama untuk menghentikan bullying. Imbauan dan tindakan yang tegas perlu dilakukan  untuk menghentikan bullying terhadap anak-anak. (*)

Sumber: