TikTok Shop Hancurkan Pasar Tradisional, UMKM Menjerit

TikTok Shop Hancurkan Pasar Tradisional, UMKM Menjerit

Yohanes pedagang gamis di Pasar Kapasan merasakan dampak menjamurnya penjualan di online shop.-Alfin-

Surabaya, Memorandum - Perlahan tapi pasti, bentuk ungkapan yang tepat untuk kondisi UMKM di Indonesia yang kini terancam gulung tikar. Riuh di media sosial tentang keluhan para pedagang yang saat ini kalah bersaing dengan para gerombolan artis. Kondisi tersebut disinyalir karena para pedagang nerasa ditikung oleh artis yang mulai menjamur berjualan di TikTok dan juga dampak e-commerce. Kondisi tersebut dampaknya juga dirasakan para pedagang di Pasar Kapasan.

Pantauan Memorandum, Rabu (20/9/2023), pusat grosir pakian yang dulunya setiap hari ribuan orang berkunjung, kini kondisinya sangat mengenaskan. Sudah jarang terlihat tengkulak tengkulak dan reseller yang memborong pakaian untuk di jual lagi seperti dulu. Banuak stand pasar legendaris 3 lantai ini yang kosong  ditinggalkan penghuninya karena tidak sanggup bayar sewa lantaran omzet turun drasrtis.

Dampak dari e-commerce seperti di TikTok tidak hanya dirasakan pedagang di pasar tradisional yang dilelola PD Surya ini. Tapi juga berimbas pada jasa kuli panggul, tukang becak, pedagang makanan, dan aktifitas yang lain yang menyertai.

Yohanes salah satu pedagang gamis atau busana muslim wanita mengaku sebenarnya sejak Covid-19 sudah mulai terasa penurunan omzet tersebut. "Tapi belakangan ini sejak ramainya media sosial seperti TikTok shop itu dampaknya semakin parah, sejak awal tahun semakin tambah turun. Malah lebih parah dibandinkan saat covid melanda," kata Yohanes.

Pengrosir ini mengaku dampaknya pun pada penurunan omzet hingga 50 persen, bahkan lebih. "Bisa dilihat kondisi sekarang pasarnya sepi," akuinya.

Ditanya apa penyebabnya, ia mengungkapkan bahwa menurut analisanya sepinya pasar karena dampak electronic commerce atau e-commerce. Dimana segala kegiatan jual beli atau transaksi yang dilakukan menggunakan sarana media elektronik (teknologi digital atau internet).

"Adanya tiktok ini sehingga orang orang atau pembeli salah satu pemicu terjadinya impulsive buying. Dan persaningan harga di online atau tiktok ini sudah tidak karu karuan. Karena apa produsen sekarang sudah turun atau merambah sebagai pengecer. Akhirnya mata rantai perdagangan ini menjadi hancur," paparnya.

Sehingga, lanjut Yohanes kondisi sekarang banyak yang menjad korban. Contohnya pengrosir di daerah seperti di Tanah Abang efeknya juga dari pengecer kecil.

"Efeknya dari bawah, pengecer kecilnya sepi naik ke pegrosir di daerah naik ke Tanah Abang juga. Kalau terus terusan seperti ini pastinya panjang sekali dampaknya. Tidak hanya pedagang pakaian saja yang merasakan, karena di pusat perbelanjaan seperti pasar Kapasan ini banyak sekali orang yang menggantungan hidup di tempat tersebut, ada kuli, ada tukang becak, ada tukang parkir, UMKM makanan juga," ujarnya.

Yohanes berharap kepada stakeholder terkait agar bisa mencarikan solusi nasib para pedagang yang menjadi pengerak roda ekonomi kerakyatan ini.

"Kami masih menunggu gimana langkah pemerintah (mentri perdagangan), karena yang bisa memberi kebijakan hanya pemerintah, kita nggk bisa ngatur itu. Kita sebagai pedagang hanya bisa bertahan dan beradaptasi dalam kondisi sekarang ini," tandasnya.

Disinggung kenapa pedagang tidak berjualan online saja mengikuti perkembangan teknologi, menurutnya pedagang sudah mencoba hal tersebut. Akan tetapi penjualan online tidak segampang membalikkan telapak tangan. Sebab UMKM sudah berjuang untuk berjualan onlibe namun hasilnya nihil.

"Orang orang bilang jualan online saja, kita berusaha online. Online tidak gampang, karena yang dilihat sekarang yang memiliki follower atau pengikut banyak. Cotoh di TikTok, kenapa artis artis itu jualannya rame karena mereka punya kekuatan follower, begitu mereka jual apapun sudah banyak yang lihat. Sedangkan kita kalau mau memulai follower dari nol siapa yang mau lihat. Semua tergantung dari belas kasihan platform. Inilah monopolinya platform. Jadi kita dikasih viewer ata enggak itu apa kata platform.Bukan karena prodak kita, bukan karena kualitas prodak kita, tapi karena viewer," ungkapnya.

Fenomena yang sekarang ini, kata Yohanes, artis artis ikut jualan omzet sehari  bisa mencapai 1 miliar ada yang omzet 40 miliar. Hal tersebut terjadi karena mereka disupport oleh algoritma TikTok dan memiliki follower banyak

"Iti omzet berapa toko, omzet berapa pengecer yang diambil oleh satu orang. Ini nggak masuk akal. Satu orang bisa meraup omzet satu perusahaan. Perusahaan belum tentu satu bulan bisa omzet 40 M. Inilah yang bikin hancur, perputaran berapa orang yang terambil," pungkasnya.(alf/ziz)

Sumber: