Didatangi Perempuan yang Pernah Dicurahi Kasih Sayang

Didatangi Perempuan yang Pernah Dicurahi Kasih Sayang

Yuli Setyo Budi, Surabaya Rina terus mendesak, siapa yang dimaksud mereka dalam igauan Toni. Lelaki itu hanya diam, tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya kepada sang istri. Dia khawatir Rina marah apabila mendengarkan jawabannya. Untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi, Toni berbohong. Ia mengatakan bermimpi ada maling masuk rumah. Saat dikejar, tiba-tiba malingnya menghilang. Padahal, sejatinya dia terus terbayang-bayangi tamunya tadi sore. Toni yakin perempuan yang lebih tua itu pernah dia kenal. Ningsih. Ya… Ningsih. Anak ibu kos ketika dia masih berkuliah di UI Depok. Gadis yang sempat dia sayangi dan pernah ia curahi kasih sayang. Curahan kasih sayang itu bahkan sampai tingkat yang paling tinggi. Paling Sakral. Selain mempersatukan hati, mereka pernah mempersatukan tubuh dalam ritual suci pembuktian cinta. Sayang, tidak lama berselang ayah Ningsih ditangkap aparat keamanan karena diduga terlibat kasus korupsi. Rumah tangga bapak-ibu kosnya kocar-kacir. Sang ayah ditahan, ibunya nggak kuat menanggung dampak sosial dan pulang kampung. Rumah dan kos-kosan ditinggalkan begitu saja tanpa ada yang mengurus. Para penghuninya dibiarkan semaunya. Mau tinggal, silakan; mau pindah, silakan. Lama-lama sepi. Sejak itu Toni tidak pernah bertemu Ningsih. Setelah lulus kuliah sebenarnya Toni sudah berusaha mencari tahu keberadaan Ningsih, tapi tanpa hasil. Segala upaya pencarian yang dia lakukan selalu menemui tembok tebal. Buntu. Toni baru menghentikan pencarian setelah dijodohkan orang tuanya vs kerabat dekat dari keluarga ibu. Saudara mindoan. Orangnya kalem dan santun. Sangat menghargai orang lain. Namanya Rina. Lulusan Pondok Pesantren Darussalam Gontor Putri. Lamunan Toni dibuyarkan ajakan istrinya untuk segera sarapan pagi. Di tengah-tengah mereka makan, terdengar uluk salam dari luar. Suara perempuan. Rina bergegas keluar untuk membukakan pintu. Toni yang ditinggal sendirian berusaha menata hati. Sebab, dia yakin tamunya pasti Ningsih. Setelah pas, dia melangkah keluar. Dia lihat istrinya duduk menghadapi dua tamunya. Ningsih dan Maria, persis seperti kemarin. “Mas, ini ada Mbak Ningsih dan Mbak Maria. Yang kemarin datang kemari,” kata Rina. Matanya penuh selidik. Tidak seperti sebelumnya yang polos, kali ini sepertinya ada yang mengganjal di hati Rina. “Kata Mbak Ningsih, dia kenalan lama Mas Toni. Leres?” tambah Rina. Toni mengangguk. Dalam suasana yang agak kaku, Toni menjelaskan bahwa dulu pernah indekos di rumah orang tua Ningsih di Depok. Mereka tidak lagi pernah bertemu setelah keluarga Ningsih pindah ke kampung halaman. Cerita tadi dibenarkan Ningsih, yang juga mengaku sudah lama mencari Toni karena ada urusan penting yang hanya bisa diselesaikan Toni. “Hampir separuh waktu hidup hanya untuk mencari Penjenengan,” kata Ningsih sambil memandang Toni. Setelah berkali-kali minta maaf, terutama kepada Rina, Ningsih menjelaskan bahwa pencarian itu dia lakukan dua bulan pascapindah dari Depok. Saat balik ke rumahnya yang dijadikan kos-kosan, dan salah satu kamarnya ditempati Toni, ternyata Toni sudah tidak ada. Sudah pindah. Pencarian diteruskan ke tempat kos baru Toni. Tapi, sesampai di tempat tersebut, Toni dikabarkan sudah lulus dan pulang kampung ke desa. Tapi sayang, tidak ada yang tahu alamat Toni di kampung halamannya. Ningsih tak berputus asa. Dia mencari teman Toni yang mungkin mengetahu alamat Toni di desa. Namun, kembali nihil. Ningsih akhirnya dapat alamat Toni dari sekretariat UI. Ningsih pun berangkat ke alamat yang dimaksud. Namun sesampai di tempat tujuan, dia mendapat kabar kurang menyenangkan. Ibu Toni menjelaskan bahwa anaknya barusan menikah dua bulan silam. (bersambung)

Sumber: