Dorong Uji Materi, Akademisi di Malang Kritisi PP 28/ 2022
Malang, Memorandum.co.id - Kalangan akademisi mengkritisi Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara. Dinilai PP berbenturan dengan produk hukum lain sehingga perlu penyempurnaan. Ini tersampaikan dalam Diskusi Publik bertema ‘Perlindungan Hak Warga dari Kesewenang-wenangan Negara: Membedah Konstruksi Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2022 dari Aspek Hukum’, di Kota Malang, Senin (14/8). Diskusi publik yang dipandu Dr Ari Junaedi ini menghadirkan narasumber Dosen Fakultas Hukum UMM Sumali SH MH dan Dosen Administrasi Negara dari Universitas Brawijaya Dr Dewi Cahyandari SH MH. Dewi Cahyandari mengatakan secara ontologis pembentukan PP 28/ 2022 patut dipertanyakan. “Apakah negara bisa disamakan dengan privat dalam piutang negara sehingga bisa mencabut hak-hak keperdataan warga negara dalam hal piutang negara?,” ujarnya. Menurutnya, ada beberapa catatan dari kehadiran PP 28/ 2022 ini sehingga perlu disempurnakan. Diantaranya, kemungkinan penerapan, kemampuan aparatur dalam melaksanakan, kesiapan masyarakat terhadap penerapan PP dimaksud. Senada, Sumali menyampaikan PP 28/ 2022 memicu pertanyaan. Mengapa Undang-Undang Panitia Urusan Piutang Negara tahun 1960 baru dibuat peraturan pemerintah-nya tahun 2022. “Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 ini tidak memiliki konsideran secara filosofis dan sosiologis. Jangan-jangan PP ini dibuat karena pemerintah memang kekurangan akal dan kekurangan dana untuk membangun Ibu Kota Negara?,” ujarnya mempertanyakan. PP ini menurutnya sarat dengan aspek perdata dan terlalu luas dampaknya terhadap aspek-aspek layanan publik. Seperti, pelayanan kependudukan, pencekalan. “Bahkan terlalu melampaui kewenenangan negara,” terang Sumali yang pernah menjadi Hakim Adhoc Tipikor di Palembang dan Denpasar. Sumali berpandangan PP 28/ 2022 dinilai tidak mengandung norma. Undang-undang yang memayungi PP ini tidak memiliki norma sehingga PP ini perlu dilakukan penyempurnaan. Untuk itu, Dewi dan Sumali menyarankan agar PP 28/ 2022 dilakukan uji materi dengan pengajuan gugatan hak uji materiil ke Mahkamah Agung. Dari beberapa pasal di PP 28/ 2022, seperti pasal 1 tentang pihak yang memperoleh hak dan kualifikasi penanggung utang, bertentangan dengan UU Nomor 49 Peratutan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. Kemudian, pasal 38 ayat (1) PP 28/ 2022 tentang Pengalihan Hak Secara Paksa bertentangan dengan UU 4/ 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), UU 39/ 1999 tentang HAM serta UU 25/ 2009 tentang Pelayanan Publik. Sedangkan, pasal 77 PP No 28/ 2022 tentang upaya hukum, sangat ‘kontra’ dengan UU 39/ 1999 tentang HAM, yakni yang mengajukan proses hukum dan peradilan merupakan hak setiap individu dalam rangka menjamin dan mempertahankan hak-hak konstitusional. (ari/gus)
Sumber: