PMII Tuntut Bupati Malang Aktifkan Kembali PBID dan Copot Kadinkes

PMII Tuntut Bupati Malang Aktifkan Kembali PBID dan Copot Kadinkes

Malang, memorandum.co.id - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Kabupaten Malang turun jalan menuntut Bupati Malang HM Sanusi untuk mengaktifkan kembali Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID) yang dihentikan oleh Bupati pada awal Agustus 2023. Atas penghentian PBID tersebut PMII beranggapan banyak orang miskin yang sedang sakit tidak mendapatkan layanan Kesehatan yang memadai. Aktivis PMII yang long march dari Stadion Kanjuruhan hingga kantor Bupati Malang Jl Panji Kepanjen ini mengajukan beberapa tuntutan, Senin (14/8). Pertama, Bupati untuk secepatnya melakukan evaluasi terkait terjadinya defisit anggaran. Kedua, Bupati agar mencopot jabatan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) yang dianggap telah bercanda dalam pengelolaan anggaran. Ketiga, Bupati agar secepatnya melakukan verifikasi penerima PBID tanpa mementingkan golongan dalam waktu 24 jam. Dan keempat, Bupati agar terbuka terkait data penerima PBID pasca dilakukan verifikasi. “Bupati agar mengindahkan tuntutan ini, jika tidak mereka akan turun lagi dengan massa yang lebih banyak,” ujar aktivis PMII dalam orasinya. Pasalnya, PMII beranggapan Pemkab Malang tidak serius dalam mengelola anggaran. Terbukti, terjadi penghentian PBID karena mengalami defisit dalam menangani pembayaran iuran BPJS. Dalam aksinya, mereka ditemui Bupati Malang HM sanusi, Wakil Bupati Malang Didik Gatot Subroto, Ketua DPRD Kabupaten Malang Darmadi dan Kajari Kabupaten Malang Diah Yuliastuti. Bupati mengharapkan agar tidak perlu khawatir dengan dihentikannya PBID warga miskin Kabupaten Malang tidak tertangani. “Meski PBID dihentikan sementara, warga Kabupaten Malang yang sakit masih ditangani pihak rumah sakit,” terang Bupati Sanusi. Sanusi mengungkapkan untuk penanganan yang sakit masih ada solusi sehingga tidak perlu khawatir. Mereka tidak akan terlantar dan dapat dipastikan masih dilayani dengan baik. Karena selama ini untuk penanganan PBID setiap bulannya dianggarkan sebesar Rp 6 milyar, namun kenyataannya beban yang harus ditanggung sebesar Rp 25 milyar. Maka hal itu perlu dilakukan verifikasi pada penerima agar nantinya benar-benar sesuai dengan sasaran. “Saat ini proses verifikasi sudah selesai dan awal September diaktifkan kembali,” terang Sanusi. Terkait pencopotan pejabat diperlukan mekanisme berdasarkan UU yang berlaku sehingga tidak bisa dilakukan serta merta namun untuk awal perlu dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat. Hasilnya, menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan keputusan selanjutnya.(kid/ari)

Sumber: