12 Perkara di Kejati Jatim Dihentikan Melalui RJ

12 Perkara di Kejati Jatim Dihentikan Melalui RJ

Surabaya, memorandum.co.id - Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan keadilan restoratif, Kajati Jatim, Dr. Mia Amiati, SH, MH didampingi Wakajati, Aspidum, Koordinator di Bidang Pidum serta Kasi Orhada, Kasi Narkotika dan Kasi TPUL, melaksanakan ekspos 12 perkara yang dimohonkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, Rabu (9/8/2023). Ekspos yang dilakukan di hadapan Jam Pidum melalui sarana virtual ini juga diikuti Kajari Surabaya, Kajari Bojonegoro, Kajari Jember, Kajari Sumenep,Kajari Tanjung Perak, dan Kota Mojokerto. 12 perkara yang dimohonkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif itu terdiri dari enam perkara Orhada, lima perkara narkotika dan satu perkara Kamneg. Enam perkara Orhada itu terdiri dari : - Dua perkara pencurian ( yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP) diajukan oleh Kejari Bojonegoro dan Kejari Tanjung Perak. - Dua perkara penganiayaan (yang memenuhi ketentuan Pasal 351 KUHP) diajukan oleh Kejari Jember dan Kejari Sumenep . - Dua perkara penipuan / penggelapan ( yang memenuhi ketentuan Pasal 378 KUHP / 372 KUHP) diajukan oleh Kejari Tanjung Perak dan Kejari Kota Mojokerto. Lima perkara penyalahgunaan narkotika diajukan Kejari Tanjungperak dan 1 perkara tindak pidana pengeroyokan dan atau penganiayaan yang memenuhi ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 170 ayat (1) KUHP yang diajukan Kejaksaan Negeri Surabaya. "Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat," ujar Kajati Jatim Mia Amiati. Melalui kebijakan restorative justice, tambah Kajati Jatim, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. "Langkah ini menjadi pembuktian nyata bahwa penegakan hukum tidak hanya tajam ke bawah. Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa," pungkasnya. (gus)

Sumber: