Agama Arkeolog
ILMU akan dipakai untuk menentukan sengketa agama. Selasa lalu pengadilan tinggi memutuskan: para ahli arkeologi diizinkan melakukan penelitian di situ. Hasilnya akan dipakai menentukan apakah masjid itu dibangun di atas puing-puing kuil Hindu. Atau bukan. Itulah nasib masjid Gyanvapi di kota Varanasi. Itulah kota suci Hindu di pinggir sungai Gangga di pedalaman India. Anda sudah tahu: saya pernah ke sana sebelum Covid 19. Banyak sekali masjid di India yang mengalami nasib serupa: diklaim oleh umat Hindu sebagai masjid yang harus dibongkar. Mereka akan membangun kembali kuil di atasnya. Yang sudah berhasil adalah di –Anda sudah tahu– Ayodya. Juga di negara bagian Uttar Pradesh. Sekitar 5 jam naik mobil dari Varanasi. Masjid Babri yang legendaris, besar dan indah itu dibongkar. Untuk didirikan kuil dengan arsitektur aslinya dulu. Perlawanan dari golongan Islam habis-habisan. Perang agama terjadi silih berganti. Yang terbesar sampai membuat 2000 orang meninggal dunia, terutama dari golongan Islam. Kelemahan golongan Islam di situ adalah: tidak banyak lagi orang Islam di sekitar masjid. Tapi Masjid Babri menjadi simbol perjuangan. Kalau Babri sampai gagal akan banyak masjid yang bernasib serupa. Sasaran berikutnya adalah Masjid Gyanvapi itu. Sejak 1982 sudah diajukan klaim: masjid itu dibangun di atas reruntuhan kuil Hindu yang penting. Yakni kuil Shiva. Pihak Islam menolak. Jadilah perkara di pengadilan. Sidangnya rumit sekali. Sejak 22 tahun lalu. Di tengah persidangan itu ada putusan kompromistis. Orang Hindu diperbolehkan sembahyang di salah satu bagian masjid. Yakni di bagian, yang menurut mereka, inti dari kuil itu di masa nan lalu. Syaratnya: tidak boleh lebih dari 20 orang. Bedanya dengan masjid Babri, di sekitar Masjid Gyanvapi masih banyak orang Islamnya. Ada kampung Islam di sekitarnya. Mirip dengan masjid tempat saya salat di Varanasi tidak jauh dari situ. Saya pernah ke beberapa rumah di sekitar masjid. Mereka Islam. Sebenarnya saya ingin ke Masjid Gyanvapi. Tapi saya tidak menemukan orang yang bisa mengantar ke sana. "Masjid," kata saya di tengah kesulitan menjelaskan pentingnya saya ke Gyanvapi. Ternyata diantar ke masjid satunya. Itu pun diturunkan di pinggir jalan raya. Saya harus jalan kaki masuk gang agak ke dalam. Untuk ke Masjid Gyanvapi juga harus masuk gang. Penduduk kota Varanasi padat. Perkampungan pun sesak. Mereka tidak mau mengantar saya ke sana mungkin karena penduduk yang bukan Islam tidak boleh melewati gang itu: gang masjid. Menjelang Pemilu 2014, ribuan polisi diterjunkan ke sekitar Masjid Gyanvapi. Isu agama memanas setiap menjelang Pemilu. Rakyat menuntut janji pemimpin mereka. Yang menjanjikan mampu membongkar masjid itu akan mereka pilih. Baik untuk DPRD, DPR Pusat, wali kota, maupun perdana menteri. Narendra Modi, maju jadi anggota DPR dari dapil kota suci Varanasi. Selalu terpilih. Perolehan suaranya sangat besar. Ia jadi perdana menteri dua kali. Ia dianggap simbol pemimpin politik Hindu yang pemberani dalam membela agama. Ia Hindu garis keras. Dalam hal masjid Babri di Ayodya, keputusan finalnya adalah: pemerintah memberi tanah untuk membangun masjid Babri yang baru. Maka masjid yang umurnya sudah ratusan tahun itu harus dibongkar. Masjid Gyanvapi juga masjid yang sangat tua. Yakni masjid yang dibangun di zaman kejayaan Islam di India. Bagian utara-tengah India menjadi wilayah kekuasaan kesultanan Islam Moghul. Simbul terbesar kekuasaan itu adalah istana Taj Mahal. Di kota Agra. Sekitar 10 jam naik mobil dari Varanasi. Di zaman itu masjid-masjid pun dibangun. Semangat pengislaman zaman itu sampai ke soal rumah ibadah. Kuil dirobohkan. Diganti masjid. Salah satu literatur menyebut perintah merobohkan kuil Guanvapi terjadi tahun 1669. Yang memerintahkan adalah raja Aurangzeb. Zaman berubah. Kerajaan Islam Moghul runtuh. Padahal itu bukan sekadar kerajaan. Moghul sudah menjadi kekaisaran. Wilayahnya meliputi India, Pakistan, Afghanistan, dan negara-negara Asia tengah. Moghul, Anda sudah tahu, berdiri tahun 1526, hampir bersamaan dengan Kesultanan Demak Bintoro di dekat Semarang. Moghul berkuasa selama lebih 300 tahun. Setelah runtuh, Moghul meninggalkan budaya dan agama yang mendalam di kawasan itu. Kecuali di India. Di sini pelan-pelan penduduknya kembali ke Hindu. Bahkan kini, di bawah Modi, India menjadi negara agama. Penduduk Islamnya tinggal 14 persen. Tentu itu mirip dengan yang terjadi di Cordova. Atau Cordoba. Di Spanyol selatan. Gereja jadi masjid. Lalu jadi gereja lagi. Tergantung mayoritas mana yang berkuasa. Rumah ibadah telah menjadi tragedi kemanusiaan bila penguasa di sekitarnya berubah. Keputusan pengadilan tinggi di Uttar Pradesh sudah mengizinkan penggalian di bawah masjid Gyanvapi. Syaratnya: tidak boleh melemahkan struktur bangunan. Masjidnya bisa roboh. Susunan ahli arkeologi itu pun sudah diputuskan: lima orang, dua ahlinya dari Islam. Tentu akan memakan waktu. Tapi cara ini akan menular ke mana-mana. Terutama setiap kali akan ada Pemilu. (*) Komentar Pilihan Dahlan Iskan* Edisi 4 Agustus 2023: Masuk Surga thamrindahlan Setuju dan sepakat Wartawan masuk surga (kalau mau) . Alasan logis setiap kosa kata diakhiri dengan " wan" bermakna profesi mulia. Contoh Begawan, Bangsawan, Hartawan, Dermawan, Budayawan, Ilmuwan, Pahlawan, Karyawan dan banyak lagi profesi mulia lainnya.. Sebaliknya ada profesi yang tak enak dibaca bisa diberi akhiran "Wan" Contoh pekerjaan sebagai orang Politik. Tidak pantas dan kurang enak dibaca Politikwan. Justru ahli bahasa memberikan julukan Politikus. Entah mengapa bisa jadi begitu. Mungkin ada sahabat perusuh bisa menjelaskan. Nah Perusuh sebutan yang dilekatkan Abah untuk komentator disway.id. Mau di ubah menjadi Perusuhwan ? Jawaban Pak Mario Fiona Handoko ditunggu, Ada juga profesi yang mendapat akhiran "Tor" Contoh provokator, pelakor, aktor, moderator. Julukan ini tampaknya seimbang antara kebaikan dan keburukan tergantung perangai masing masing Masuk surga berdasarkan nama mulia Wartawan tanpa ada kosa kata kecuali, Itulah gaya orang orang tua di Minangkabau ketika menasehati anak kemenakan akan merantau ke tanah jawa. . Juru kabar boleh terus pakai nama Wartawan (kemudian masuk surga) bila tidak melanggar kode etik atau tersenggol masalah hukum pidana sampai di akhir pengabdian. Tulisan lengkap tentang komentar di disway.id ini awak posting di website penerbit Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) terbitkanbukugratis.id. Alasan logis bersebab kuota narasi komentar disini terbatas. Selamat tiba di Hari Jum'at nan penuh berkah Salamsalaman Riyono ,SKP Sedekah di kotak masjid dengan selembar uang dan berharap masuk surga.Murah benerr... Karena seyum adalah juga sedekah ,nanti kalau sholat Jum'at ada kotak sedekah lewat senyumin aja...heu hei hei.... Riyono ,SKP Ada saatnya nanti jumlah media online lebih banyak dari pembacanya. Gejalanya sudah dimulai dengan satu orang membuat beberapa akun medsos.Akun medsos bisa jadi media online juga.Jadi,bukan tidak mungkin kalau media a lebih banyak dari pembacanya. Xiaomi A1 Saya sudah menunggu lama kesempatan ini, mumpung Persebaya disinggung Pak Bos.. Berdasarkan statistik, saya mengamati bahwa tim juara itu selalu memiliki average market value per pemain (setidaknya) tiga tertinggi di liga nya, sekali lagi average value, bukan total value, berikut datanya: (Liga-Juara Petahana-urutan average value) Spanyol-Barcelona-kedua Perancis-PSG-pertama Italy-Napoli-pertama Jepang-Yokohama-ketiga Inggris-City-pertama Persebaya saat ini average market valuenya hanya berada di urutan ke-6 dari bawah, mustahil membidik target juara, misal bisa stabil di papan tengah juga sudah cukup realistis.. Ibarat nonton pertunjukan musik, klo artisnya/band nya kurang terkenal, penonton pun sepi, faktanya bahwa pertandingan home persebaya di GBT cukup sepi penonton.. #EdisiEmosiJiwaku Salam :) Gregorius Indiarto Wartawan k, "Motif pelakunya pak?" Polisi j, "Anda sudah tau, dibalik motif bunga" Mbah Mars Wartawan Jabrik: "Apa yang terjadi Pak polisi ?" Polisi Koplak: "Ada wanita yang baru dianiaya. Tinggal memakai celana dalam saja" Wartawan Jabrik: "Motifnya apa Pak ?" Polisi Koplak: "Motif bunga. Ada rendanya juga" Udin Salemo Foto diatas akan lebih mengagumkan tanpa ada tiga orang disana. Sungguh, merusak pemandangan alam yang begitu tremendous. Setiap tamu kedubes pasti berdecak kagum lihat pemandangan alam luar biasa itu. Sayang sekali ada sesuatu yang merusak keindadahan fotonya. Ini penilaian jujur saya, tak ada kepentingan tertentu. No hate. No politic. Salam perusuh. Riyono ,SKP @Saya malah membayangkan di masa depan. Ada seorang menulis buku"Aku Bangga Jadi Anak Koruptor" Dan saat itu penulis bukunya juga seorang anggota dewan. Saat itu banyak yang merasakan momen De Javu. "Koq pernah kejadian mirip seperti ini ya?" Er Gham Sungguh mulia. Kode etik pertamanya adalah menyatakan bahwa anggota PWI itu beriman. Dan percaya Tuhan. Artinya tidak bisa seorang agnostik atau ateis menjadi anggota PWI. Dengan beriman, semua diharapkan masuk surga. Tidak menulis sembarangan, pakai data dan fakta, serta cover both stories. Tapi, zaman sekarang, data atau fakta bisa diplesetkan. Bisa dimanipulasi persepsinya. Data memang ditampilkan, namun dibaca sesuai niat dan kehendak sendiri. Dengan data dan fakta yang sama, bisa ditulis seenal udelnya. Seperti gelas setengah kosong, atau terisi setengah. Tergantung siapa yang 'bayar'. Tergantung 'niat' kelompoknya. So what? Ya, begitulah adanya. Tidak bisa kita mengatur pendapat dan pemahaman semua orang khan. Yellow Bean Cerita yang lucu juga pernah saya tonton ketika ada pelanggaran dengan korban yang berguling guling dan setelah pelanggar mendapatkan kartu kuning, eeeh yang masih tiduran sambil memegangi tulang keringnya langsung bangkit dan berlari. Jadi pengen ketawa, itu nyata atau drama bola. Tepok jidat deh. Parikesit Abah..., Abah ke Riau kok nggak singgah? Kan kami udah shareloc. Kita cari durian nantinya. Atau Emmm... saya salah kirim WA? iwan "Semua wartawan PWI pasti masuk Surga", pasti wartawan kita sangat banyak, karena ada yang bilang penghuni Surga banyak yang dari Indonesia. Yuli Triyono PWI sudah kehilangan gigi. Saya kira Pak DI juga sudah mulai kehilangan gigi karena sudah di atas 70 tahun. Yuli Triyono Wartawan itu diakui karena tulisannya, bukan sertifikatnya. Perusuh itu diakui karena kualitas komennya, bukan seberapa sering komennya. Agus Suryono SSSTT.. Status ini saya tulis, sambil saya memakai kacamata + 3,50. Kalau harga kacamatanya, adalah Rp 20k. Dibeli di kaki 5.. Tapi karena saya yang pakai, 80% orang tidak percaya kalau harganya "segitu". ###Bagaimana dengan Anda..? Agus Suryono ORGANISASI PROFESI DI PUSARAN DEMOKRASI.. 1). DULU. Organisasi profesi itu umumnya powerful dan efektif. Lebih kurang sama dan sebangun dengan posisi penguasa saat itu, yaitu orde baru, yang juga kuat. Yaitu kuat, dalam posisinya terhadap anggota, meski saat itu "alamnya" sudah alam demokrasi. 2). Setelah masuk jaman reformasi, pelan-pelan, organisasi profesi mulai "terdilusi" powernya dan efektivitasnya. Karena kemampuan menegakkan kode etik mulai "terpreteli" oleh "keadaan". Demokrasi semakin kuat.. Organisasi profesi, dalam berhadapan dengan anggota menjadi makin lemah. Salah satunya karena tiap profesi, bisa punya "lebih dari satu" organisasi, yang bisa saling "bersaing". 3). Siapa yang salah. Anggotanya, organisasinya, atau lingkungan luarnya..? Mestinya, ini karena "jamannya" saja. Semua ada "masa"nya. Dan setiap masa, ada "topik"nya. 4). Kalau harus dinilai, keadaan sekarang lebih baik atau lebih buruk, menurut saya, itu hak "masyarakat" yang harus menilai. Bukan aktivis organisasi, dan bukan anggota. Karena mereka punya kepentingan. Kalaupun mau, mereka harus dianggap sebagai "bagian" dari masyarakat. Kalau keseluruhan masyarakat menganggap, kondisi saat ini kurang baik, mungkin "regulasi"nya perlu dievaluasi. Untuk dilakukan perbaikan di sana sini.. ###Ini berlaku untuk semua jenis dan bentuk organisasi profesi. "Bukan hanya" profesi dokter, wartawan, dan atau pengacara.. Tetapi juga: akuntan, auditor, arsitek, apotheker, dan "apa saja" yang ada.. Agus Suryono SEMUA ORANG AKAN MASUK SURGA - (Kalau Mau..) CARANYA.. Lakukan semua petunjuk agama 100% secara total. Sisi ritualnya. Maupun sisi hubungan sesama dan antar sesama, maupun dengan Tuhan.. ###Berlaku tuk "anggota" maupun "non" anggota.. Liam Then Walaupun bukan wartawan, saya ingin curahkan, romantisme tentang wartawan yang ada dibenak saya. Jika jujur dengan diri sendiri, wartawan tak perlu kode etik, bahkan tak perlu kartu absensi, ditelepon atau diuber redaksi karena belum setor tulisan atau liputan. Seiring waktu mana loyang mana emas, dari para wartawan sekalian pasti akan ketauan. Wartawan yang baik, saya andaikan seperti gunung yang ada di foto artikel, ia tak bergeming, kokoh dan teguh pada fungsi profesinya. Seperti benih padi yang ringkih di foto artikel, ia peka pada lingkungan sekitar, tumbuh dan berkembang dengan pupuk nilai kebajikan, kemudian matang membawa manfaat kepada masyarakat. Kode etik tak akan bisa ciptakan wartawan yang ideal, karena idealisme tak bisa dipaksa, idealisme harus sukarela, alami dari hati. Sikap filosofis stoikisme, kayaknya paling cocok dianut wartawan. Aliran pikiran filosofis asal Yunani Kuno ini cocok sekali dengan sifat profesi kewartawanan, yang butuh sifat kepekaan pada situasi, keteguhan keyakinan pribadi pada nilai universal kebenaran dan kebajikan. Seperti yang sudah dicontohkan oleh banyak wartawan legendaris Indonesia juga dunia. Yang menguji wartawan adalah waktu. Waktu jua yang akan menunjukkan,paparkan capaian personal seorang wartawan. Dari keteguhannya, sikap moralnya yang berpihak pada kebenaran, juga tentu yang terpenting; intensitas dan kualitas karyanya. Baidewai, wartawan juga bisa jadi hartawan, sudah ada contohnya hehehe. yohanes hansi Syarat masuk surga versi wartawan: tulislah berita yang benar dengan penulisan yang bijak. Syarat masuk surga buat komentator Disway yang berat: tidak boleh rusuh??? (masih dirapatkan) mzarifin umarzain Terbuka saja kpd publik, apa ada nya. Anggaran kecil, dibagi dg adil. Yg berprestasi diberi lebih. Lagarenze 1301 Teman saya yang baru sebulan menjabat Kadiskominfo di satu kabupaten di Lampung terkaget-kaget. Jumlah media (dua-tiga koran dan mayoritas online) yang terdaftar di daerahnya mencapai 196 media. Semua minta "diayomi" sedangkan anggaran di dinas cilik sekali. Ia juga bercerita, di level Diskominfo provinsi, tercatat lebih 350 media. Dan sama halnya di kabupaten, semua minta "diayomi". Kalau dicuekin, atau merasa dianaktirikan, mereka bikin aksi unjuk rasa di depan ruang kerja bupati. Ngadu macam-macam. Minta Pak Kadis dicopot karena tidak sejalan dengan misi bupati untuk penyebarluasan informasi pembangunan. Ada juga yang menulis berita negatif, tapi mereka sadar itu tidak efektif karena tidak ada yang baca. Lha, dia yang nulis berita, di medianya sendiri, yang baca cuma dia sendiri juga. Apakah jumlah wartawannya sebanyak itu juga, yang memang bertugas meliput kegiatan pemkab? Ternyata tidak. Satu wartawan kadang membawa tiga bendera media online. Kok nggak ditertibkan? Pusing. Lha, banyak dari sekian media itu milik oknum anggota dewan dan bahkan oknum pejabat pemkab sendiri. Satu orang punya dua atau tiga media. "Bagaimana kita mau tertibkan, mereka galak di rapat anggaran, mereka yang bahas anggarannya kok," ujar sang teman memijat-mijat kepala. Lagarenze 1301 Wartawan senior di Makassar ini sangat ingin masuk surga. Tapi, apa daya, hingga berbulan-bulan setelah dia pensiun di usia senja, 60 tahun, pesangonnya tak juga dibayarkan. Padahal, bayangannya semula, pesangon yang nilainya lumayan itu akan dipakai modal usaha. Untuk menghidupi anak-istri. Dia masuk kelompok wartawan yang hanya berharap dari gaji selama menjalani profesinya, sehingga ketika pensiun tak banyak harta yang terkumpul. "Tena doe" yang artinya tidak ada uang jadi alasan perusahaan tidak membayar pesangon. Maka, sang wartawan senior itu pun dengan sangat terpaksa melapor ke Disnaker setempat. Berharap ada jalan keluar dari pertemuan tripartit. Jalan ke surga ternyata "tak segampang itu". Dapur harus tetap ngebul, tapi untuk mendapatkan uang pembeli gas begitu berliku. Beberapa hari lalu dia memposting foto di FB, sedang jualan daging keliling kota menggunakan motor. Padahal, setahu saya, dia pernah jadi direktur di perusahaan media itu. Liam Then Persebaya , posisi 6 klasemen liga 1. Maen 34 kali menang 15 kali seri 7 kali , kalah 12 kali . Saya usul hemat gaji pemaen asing saja, pakai lokalan saja. Anggaran untuk pemaen asing,pindahkan semua untuk boyong pelatih teknik asing, talent scout asing, ahli gizi asing untuk akademi junior Persebaya. Dan biaya kompetisi lokal junior sering-sering untuk menjaring bakat muda. Atau bahkan langsung ke Afrika saja cari bibit muda, boyong kesini, sapa tau nemu permata, ditaksir Barcelona, atau ndak usah muluk-muluklah, di taksir Perugia, atau Udinese saja,itu dah menang banyak itu , belum transfer lokalan. Kasihan boneknya Persebaya, makan ati sampai 12 kali musim ini. Johannes Kitono Banyak orang berdoa supaya bisa Masuk Surga. Tapi ketika diundang ke sana, biasanya ogah. Dengan alasan masih banyak urusan dunia yang masih harus diselesaikan. Ada cerita Haji peternak Ayam top dari Kalimantan. Dapat bonus dari agen tour ke Thailand. Para peserta tour tentu happy. Dimanja tour guide dengan hiburan dan segala makanan enak. Pak Haji hanya mesem-mesem saja ketika guyonan di bus masuk ke rana orang dewasa.Hari pertama dan kedua masih tahan. Hari ketiga Pak Haji diam diam kasih tip extra ke guide minta dikawal ke hiburan malam, berdua dengan guidenya. Pulang dari sana muka Pak Haji berseri-seri. Kepada guide Pak Haji berbisik,seumur hidup baru kali ini merasakan Surga Dunia. Sekembali ke kota asal muka Pak Haji jadi glowing dan tambah muda. Pas hari ke tujuh Pak Haji gelisah. Haji juniornya gatal-gatal dan tidak berani ke dr. Takut ketahuan tetangga dan warga sekampung. Hubungi agen di Surabaya dan ceritakan kasusnya. Dan di carikan dokter Penyakit Kulit dan Kelamin.Now,Pak Haji yang ternyata kena GO mengaku. Bahwa saat ke Surga Dunia di Bangkok lupa pakai karet KB. Asal tancap saja karena *malaikat penggoda* disana seperti bintang sinetron. Semoga Pak Haji tetap sehat, rajin beramal dan beribadah. Setelah menikmati Surga Dunia siapa tahu juga diizinkan ke Surga Benaran. Anto Harun di atas di tulis,, akan masuk surga,, bagi yang mau,, semoga para wartawan semua mau,, dan meliput berita dengan benar dan apa ada nya Mirza Mirwan Ini untuk Bung Liam yang di bawah sana bertanya tentang pedoman pers di AS. Maaf, saya baru sempat membaca reply Bung Liam. Itu pun karena diberi tahu Mas Lurah, tetangga saya, lewat chat WA sepulang Jumatan. Perdoman pers -- tepatnya kode etik -- di AS, seperti juga yang berlaku universal, sebenarnya sama: landasan etik jurnalismenya (the cornerstones of journalism ethics) meliputi tiga hal: Truth, Accuracy, dan Objectivity. Untuk bisa menulis yang benar, akurat dan objektif, wartawan harus melepaskan diri dari ikatan emosional dengan daerah, kelompok, bahkan negara di mana ia tinggal, agar dalam penulisan berita tidak ada pengaruh bias. Itu etika secara umum. Dalam organisasi wartawan, juga di media yang satu dengan lainnya, punya tambahan yang spesifik. New York Times, misalnya, menuntut wartawannya bukan sekadar benar, akurat dan objektif, tetapi juga harus lengkap. Maka NYT biasanya menyajikan berita panjang-lebar hasil kerja beberapa wartawan. Tentang organisasi wartawan, di AS juga ada beberapa. Tetapi yang paling besar, juga paling tua adalah SPJ -- The Society of Professional Journalists -- yang berdiri sejak 1909 dan bermarkas di Indianapolis. SPJ, dulunya bernama Sigma Delta Chi, menaungi wartawan di sekitar 6000 penerbitan di AS. Apakah lantas di AS tak ada media abal-abal? Tentu saja ada. Alih-alih sekarang di jaman digital, lha wong dulu saja banyak kok yang masuk kategori "yellow paper". Echa Yeni Masuk surga..?? Yo jelas ingin bin mau Tapi pingin thok,mau thok Tetep ae korupsi,ttp ae ngapusi Pancet wae minteri&/manipulasi Hendro Purba Pendiri Republik Memang Menginginkan Kita Semua Masuk Sorga. Sehingga Mereka Sepakat Dasar Negara Kita "KETUHANAN YANG MAHA ESA" Otong Sutisna Masuk surga kalau mau... Login disway kalau mau... Dua - duanya sama susah perlu perjuangan, mungkin karena usia tidak bisa hanya lewat pandangan. *) Dari komentar pembaca http://disway.id
Sumber: