9 Perkara di Kejati Jatim Dihentikan Melalui Keadilan Restoratif, Termasuk Warga Surabaya yang Curi Mie Insta

9 Perkara di Kejati Jatim Dihentikan Melalui Keadilan Restoratif, Termasuk Warga Surabaya yang Curi  Mie Insta

Surabaya, memorandum.co.id - Sebanyak 9 perkara di Kejati Jatim dihentikan penuntutannya melalui keadilan restoratif. Hal itu setelah Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujui permohonan penghentian penuntutan yang diajukan Kejati Jatim. Ekspos permohonan penghentian penuntutan itu dilaksanakan Kajati Jatim, Dr. Mia Amiati,SH,MH didampingi Wakajati, Koordinator di Bidang Pidum serta Kasi Orhada bersama-sama dengan beberapa Kajari terkait, yaitu Kajari Surabaya, Kajari Sidoarjo, Kajari Nganjuk dan Kajari Kabupaten Probolinggo di hadapan Jampidum melalui sarana virtual, Rabu (2/8/2023). Berikut rincian perkara yang dimohonkan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif: - 4 perkara pencurian (yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Surabaya (3 perkara) dan Kejari Sidoarjo (1 perkara) - 3 perkara Penganiayaan (yang memenuhi ketentuan Pasal 351) yang diajukan oleh Kejari Surabaya (2 perkara) dan Kejari Kab Probolinggo (1 perkara) - 2 perkara Penadahan (yang memenuhi ketentuan Pasal 480 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Surabaya dan Kejari Nganjuk. Menurut Kajati Jatim Mia Amiati, kesembilan perkara tersebut telah memenuhi syarat sebagai berikut: tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara, telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan tersangka dan hak korban terlah dipulihkan kembali, masyarakat merespons positif upaya perdamaian agar tetap dapat menjalin silaturahmi dengan baik. Penghentian penuntutan juga dilakukan terhadap  Galuh Firmansyah, warga Surabaya yang terpaksa mencuri mi instan hingga cokelat di Indomaret karena kelaparan. Galuh melakoni aksinya dua kali di Indomaret Gunung Anyar, Surabaya. Yakni pada 23 dan 24 Mei 2023 dengan mengambil 1 mi instan, 1 minuman ringan, dan 2 cokelat. Ditambahkan Mia Amiati, penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. "Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. Langkah ini menjadi pembuktian nyata bahwa penegakan hukum tidak hanya tajam ke bawah," ujar Mia Amiati. Meskipun demikian, kata Mia Amiati, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa. (gus)

Sumber: