Menyatukan Dua Hati yang Tidak Searah Kiblat (1)

Menyatukan Dua Hati yang Tidak Searah Kiblat (1)

Lelaki muda itu membacakan terjemahan Al-Baqarah 221: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada wanita musrik. “Ayat inilah yang mengantarkan aku sampai di sini,” kata lelaki tersebut, sebut saja Bilal, di kantor pengacara dekat gedung Pengadilan Agama (PA) Surabaya, beberapa waktu lalu. Bilal bercerita bahwa dia dan istrinya, sebut saja Maria, yang sama-sama asli Jogja dan berteman sejak kecil. “Tapi kami berpisah setelah lulus SMP. Aku pindah ke Surabaya, sedangkan istri masih bertahan di Jogja,” kata Bilal. Bilal melanjutkan SMA dan kuliah di Surabaya, hingga mendapatkan kerja di sebuah perusahaan umum daerah di kota ini. “Ketika studi banding ke Jogja, aku betemu lagi dengan dia,” tambahnya. Keduanya lantas pacaran. Padahal waktu sekolah tidak ada perasaan sedikit pun. Diakui Bilal penampilan istrinya Maria memang beda dibanding masih SMP dulu. Waktu kecil Maria terlihat biasa-biasa saja. Bahkan cenderung ndesit. Setelah dewasa, dia tampak cantik dan anggun. Bilal menyampaikan perasaan cintanya saat makan malam di lesehan Jl Malioboro. “Dia itu mirip Desy Ratnasari muda. Sekarang saja kan kelihatan tua. Tapi tetap cantik,” kata Bilal, disambung tawa lepas. Tak ada kendala apa pun selama mereka pacaran. Semua berjalan mulus. Masing-masing keluarga setuju. “Hanya satu orang yang menentang. Pakde yang tinggal di Sumatra.Dia bertanya mengapa tidak menikah dengan yang seiman?” Bilal dan keluarga menanggapi pertanyaan Pakde hanya dengan senyum. Maria dan Bilal memang berbeda agama. Maria sekeluarga penganut Kristen, sedangkan Bilal dan keluarga penganut Islam. “Namun jujur. Dalam soal agama, kami sekeluarga memang nol. Hanya abangan. Tapi Islam.” Diakui Bilal, menikah beda agama memang tidak bisa dilakukan di negara kita. Tapi, itu bukan hal yang sulit dilakukan Bilal dan Maria. “Maria dan keluarganya setuju kami menikah secara Islam,” kata Bilal. Tapi setelah itu keduanya kembali ke agama masing-masing. Seperti kesepakatan, setelah nikah, mereka hidup beragama dengan keyakinan berbeda. Kalau Jumat, Bilal diberi kebebasan ke masjid. Kalau Minggu, giliran Maria yang diantar Bilal ke gereja. Hal seperti ini berjalan cukup lama. Lebih dari setahun. Dan berlangsung damai. Tapi menginjak tahun berikutnya ada perubahan yang dirasakan Bilal. Sedikit demi sedikit terasa Maria menyeretnya ke kegiatan gereja. Semula Bilal menanggapi biasa ulah Maria.Tapi lambat laun Maria makin lama makin intens atas usahanya tersebut. Lambat laun bahkan terasa agak memaksa. Demi keutuhan rumah tangganya, Bilal menuruti Maria. Bilal pun suatu saat ikut Maria ke gereja. Dia mendengarkan khutbah pendeta soal dogma ketuhan yang dia rasakan tidak masuk akal. Terutama masalah trinitas bahwa tuhan itu satu kesatuan yang terdiri atas Yesus, Tuhan Bapa, dan Roh Kudus. (jos, bersambung)  

Sumber: