Mengejar Kesaktian, Menembus Tabir Dunia Antah Berantah (4)

Mengejar Kesaktian, Menembus Tabir Dunia Antah Berantah (4)

Bakal Ada Kota Dijilat Air Laut dan Ditelan Mentah-Mentah Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Linda kaget saat melihat Memorandum. Dia mencoba tersenyum, tetapi senyumnya terasa masam. Dulu Linda sempat dipacokno Memorandum. Cinta monyet. Uk uk uk… Kami pun berbasa-basi dan guyonan mengingat masa lalu. Sampai akhirnya muncul lelaki klemis dengan pembawaan ceria. “Wah, reuni ndek-ndekan tibake. Ini Yuli kan?” kata lelaki tadi, yang ternyata Hayong. Teman-teman lain saling pandang. Sementara itu, Linda berusaha mengajak Hayong segera meninggalkan warung Rumiyati. “Biar aku bicara dengannya,” kata Memorandum,yang lantas merangkul Hayong. Hayong balas merangkul dan menempelkan pipi kanan dan kirinya bergantian. Seperti dilakukan orang-orang yang akan dan pulang dari tanah suci. Entah haji atau umrah. “Mereka semua sudah aku ceritai, tetapi tidak ada yang percaya. Kiamat sudah dekat. Lima-enam bulan lagi bumi akan dikocak. Akan banyak bencana. Jangan salah, itu bukan kimat, tetapi tanda-tanda bahwa kiamat sudah uuuaaamat duuueeekat,” kata Hayong sambil menempelkan jari telunjuk kiri dan kanan. Masa kegelapan segera tiba, lanjut lelaki yang pernah jadi penyiar radio ini. Masa kegelapan fisik bakal terjadi setelah sudah amat lama manusia dilanda kegelapan hati. Linda menarik lengan Hayong dan mengajaknya pergi. Hayong menolak. “Biarkan. Mungkin dia kangen sama aku,” kata Memorandum sambil membimbing Hayong menjauh dari teman-teman. Duduk di kursi warung yang tutup. “Aku menjadi orang terpilih, Yul. Aku telah menghirup udara pengetahuan, dan udara itu sudah menyatu dengan tubuhku,” kata Hayong dengan suara lirih sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Memorandum. Menurut Hayong, dia dikelilingi arwah-arwah para pemuja ilmu pengetahuan. Mereka selalu membisikkan jawaban setiap dirinya terbentur pertanyaan yang sulit dijawab. “Pernah ada yang bertanya apakah Jokori bisa menuntaskan masa pemerintahan dia yang kedua, kujawab tidak,” kata Hayong. “Jokowi, Yong, bukan Jokori,” sela Memorandum. “Ya, Jokori,” katanya menegaskan kesalahan ucapnya. “Mengapa tidak?” kejar Memorandum mencoba mengikuti arah pembicaraan dia. “Ada hura-hura besar.” “Huru-hara.” “Ya, hura-hura,” tegas lelaki yang kini separuh wajahnya ditutupi berewok putih itu, “Bakal banyak darah tertumpah. Bakal banyak tanah longsor. Bakal banyak bangunan tegak digoyang dan dirobohkan angin. Oh ya, bakal ada kota dijilat air laut dan ditelan mentah-mentah.” “Sekarang apa kerjamu?” tanya Memorandum lagi. Hayong hanya tersenyum. (bersambung)  

Sumber: