Nasib Satpam Perempuan setelah Tertabrak Mobil (2)

Nasib Satpam Perempuan setelah Tertabrak Mobil (2)

Selama perjalanan kami berbincang. Saya bercerita tentang apa yang saya lihat di Surabaya dan berapa lama sejak saya datang. Si tukang ojek memberi tahu tempat-tempat yang layak dikunjungi. Tidak terasa, kami tiba. Setelah membayar di gerbang, aku berusaha menyapa seorang satpam dengan gaya akrab orang Surabaya. “Eh Cuk, Seragam gawe sing baru sing endi?” Sapaku dengan semangat. Namun alih-alih menyapa balik, satpam itu raut wajahnya menjadi serius. “Jangkrik, Cak cuk cak cuk ndasmu! Cangkemmu jaga!” tegurnya. Aku kaget, “Walah, bukan sapaan akrab to Cak?” tanyaku. “Gak sopan!” jawab satpam itu dengan mendengus. Aku akhirnya minta maaf atas kesalahpahaman akan budaya. Satpam itu akhirnya memaafkan dan menjelaskan. Sekarang aku tahu bahwa panggilan itu lebih baik untuk orang yang akrab saja. Atau bisa dengan Cak pada orang baru. Bukan Cuk. Satpam itu memberi tahu tempat untuk mengambil baju. Setelah memberikan data diri dan sebagainya, barulah aku mendapatkan baju. Di situ aku diberikan panduan serta dijelaskan aturannya. Ternyata aku ditugaskan bersama satpam yang di gerbang. Dengan rasa canggung kusapa satpam itu. “Permisi… saya ditugaskan bersama Bapak. Mohon bantuannya,” sapaku sambil meringis. Satpam itu menoleh dan tertawa terbahak-bahak. “Walah Mbak, ora usah kaku!” ucapnya dengan keras. Aku akhirnya merasa sedikit lega, tapi hanya bisa meringis saja saat mendengarnya. “Saya Gatot” Ucapnya sambil mengulurkan tangan. “Endah,” balasku sambil menjabat tangannya Setelah perkenalan itu dia akhirnya menjelaskan wewenang dalam mengecek dan cara-caranya. Serta sedikit menceritakan tentang kebiasaan orang Surabaya.  Semua sangat detail dan njelentreh. Waktu kerjaku akhirnya habis. Akupun berpamitan untuk pulang. Namun, aku sebenarnya mencari pekerjaan sambilan. Teringat perkataan Tono, aku mencoba untuk mencari pekerjaan di sekitar tempat wisata, sekaligus mengenal lebih dalam tentang Surabaya. Dari siang sampai malam, namun tidak ada satu pun pekerjaan yang tersedia. Yang ada uang melayang. Pada akhirnya aku hanya bisa melamun saat malam, sambil melihat Jembatan Suramadu. Jembatan itu sangat panjang, dan menyala dengan indah saat malam. Dari perjalanan, aku juga akhirnya paham mengapa kota ini disebut kota pahlawan. Namun, aku masih jenuh, karena tak kunjung mendapatkan kerja sambilan. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang dan istirahat. Esok paginya aku berangkat dengan ojek yang sama. Di perjalanan, kuceritakan masalah mencari pekerjaan. Untungnya Tono mau meminjamkan sepeda motornya untuk diojekkan. Ternyata dia hanya melakukan ojek sebagai kerja sampingan pula, di saat siang ia tidak memakai kendaraan. Namun, aku sama sekali tidak tahu cara memakai motor. (jos, bersambung)  

Sumber: