UB Bertabur Profesor, Teliti Kualitas Sperma Hingga Species Tungau
Malang, memorandum.co.id - Universitas Brawijaya (UB) kembali melahirkan sejumlah Profesor baru. Mulai dari Prof. Dr. Dra. Sri Rahayu, M.Kes. Ia ahli di bidang Biologi Reproduksi Molekuler. Pengukuhah Gubes dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), akan dilakukan di Gedung Samantha Krida UB, Senin -Selasa (26-27/06/23), besok. Dalam penelitiannya, menemukan Potensi Daun Semanggi Air Sebagai Medical Plant For Improving Sperm Quality (MPISQ). Meningkatkan kwalitas sperma. “Keunggulan tanaman semanggi air, karena tidak ada eugenol yang bersifat toksik pada spermatozoa,” terang Profesor ke 24 di, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ini. Selama ini, kata dia, di kalangan masyarakat dipercayai daun kemangi lah yang bisa meningkatkan kualitas sperma. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan, pada dosis tertentu kemangi dapat menurunkan kualitas sperma. Kemangi dapat meningkatkan parameter-paremeter yang berkaitan dengan kualitas sperma, antara lain motilitas sperma (65%). "Namun, pada dosis 200 mg/kg BB, kemangi menurunkan motilitas sperma. Motilitas sperma, shalat kemampuan sel sperma dalam air mani untuk bergerak dan berenang mencapai sel telur," lanjutnya. Kata dia, setelah dicoba ke hewan coba di laboratorium, semanggi air bisa meningkatkan kualitas sperma. Melalui perannya sebagai antioksidan maupun antiinflamasi. Berbeda dengan kemangi, semanggi air tidak bersifat toksik pada spermatozoa. Sedangkan Prof. Dr. Eng. Fitri Utaminingrum, ST, MT, merupakan profesor aktif ke 2 di Fakultas Ilmu Komputer (FILKOM). Lulusan Universitas Kumamoto Jepang ini menemukan inovasi baru 'Kursi roda pintar multi-feature''. Kursi tersebut untuk membantu penyandang disabilitas fisik. "Kursi roda yang ada di pasaran, masih manual dan elektrik. Masih memerlukan kekuatan tangan sebagai pusat kendali pergerakan," terangnya. Hal itu, kata dia, menjadi tantangan bagi yang disfungsi tangan dalam mengoperasikannya. Inovasi kursi roda pintar multi fitur, dapat menjadi solusi yang masalah tersebut. “Kursi roda pintar ini, memiliki beberapa fitur kendali. Mulai manual, remote, pengenalan suara, human racking, pergerakan kepala, dan pergerakan bola mata,“ tuturnya. Dilengkapi sistem pengenalan papan nama ruangan, objek halangan, dan klasifikasi tipe permukaan jalan. Fitur mengikutigerak pemandu atau human follower. "Dilengkapi dengan sistem keamanan, berupa deteksi halangan berupa tangga turunan, tangga naik, pilar dan lain sebagainya," pungkasnya. Sementara itu, Profesor lainya, adalah Prof. Dr.Ir. Sri Rahayu Utami, M.Sc. Ia profesor di bidang ilmu Geokimia Tanah. Menyampaikan, manajemen kesuburan tanah. Khusunya, lahan pertanian yang terdampak erupsi gunung api. Menurutnya, eupsi gunung api merupakan bencana yang mengakibatkan banyak korban. Di sisi lain, juga memberi manfaat positif. Terutama, untuk memperbaharui kondisi kesuburan tanah. ”Dengan melepaskan unsur hara yang terkandung, dapat memperbaiki kondisi tanah. Namun, membutuhkan waktu yang lama, dan tidak dapat dimanfaatkan dalam jangka pendek,” jelasnya. Untuk itu, ia mengenalkan konsep GeoBioKim SL. Merupakan perpaduan, teknologi biologi baik vegetatif dan mikroorganisme fungsional, dan kimia. ”Disebut spesifik lokal, karena menggunakan vegetasi dan mikroorganisme yang adaptif pada wilayah terdampak, serta berdasar pilihan petani”, lanjutnya. Beda lagi dengan Prof. Dr. Ir. Retno Dyah Puspitarini, M.S, Ia memaparkan Strategi Hijau untuk Kelestarian Kehidupan Tungau yang Harmoni di Agroekosistem. ”Strategi ini, rekayasa ekologi untuk menyehatkan lahan, khususnya manipulasi habitat. Penerapan tanaman inang yang tahan hama melalui evaluasi biologi dan parameter demografi dan peningkatan peran musuh alami,” katanya. Tujuanya, kata dia, untuk mengendalikan populasi tungau hama di agroekosistem. Serta pengaplikasian pestisida berbasis ekstrak tumbuhan sebagai pengganti pestisida kimia sintetis. "Keunggulan strategi ini, merupakan bagian penting dari ekosistem. Menitikberatkan aplikasi pestisida secara konvensional. Merupakan ilmu yang relatif baru di Indonesia. Perlu dikembangkan lebih lanjut secara terus menerus," pungkasnya. (edr/ziz)
Sumber: