Dugaan Pemerasan, Oknum Pegawai BPN Kabupaten Malang Segera Disidang
Malang, memorandum.co.id- Tersangka dugaan pemerasan yang juga oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Malang, yang juga Kepala Seksi Pendafataran Hak dan Penetapan, W, warga Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, segera menjalani persidangan. Hal ini menyusul telah dilimpahkannya, tersangka dan barang bukti dari penyidik Polresta Malang Kota, ke penyidik Kejaksaan Negeri Kota Malang, Senin (19/6/2023). "Hari ini, kami menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti, kasus dugaan pemerasan. Selanjutnya, dilakukan penahaman untuk 20 hari ke depan," terang Kukuh Yudha Prakasa, SH.,MH Kasubsi Penyidikan Pidsus didampingi Muhammad Fahmi, SH Kasubsi Penuntutan Pidsus Kejari Kota Malang, Senin (19/6/23). Tersangka, lanjut Kukuh, sudah ditahan sejak proses penyidikan di Polresta Malang Kota. Selanjutnya, parca pelimpahan ke Kejari Kota Malang, menjadi tahanan titipan di Lapas Kelas I Malang. "Penahanan untuk 20 hari ke tekan. Sambil menunggu penuntutan, penahaman bisa diperpanjang, jika dibutuhkan," lanjutnya. Lebih lanjut ia menjelaskan, selain tersangka W, juga ada tersangka D, warga Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang ikut ditahan. D berposisi sebagai biro jasa dalam proses pengurusan berkas surat sertifikat di BPN Kabupaten Malang. "Tersangka D, juga ikut ditahan mulai hari ini. Saat penyidikan di Kepolisian, tidak ditahan. Perannya, ya perantara. Barang bukti yang diamankan, uang Rp 40 juta," lanjut Kukuh. Tersangka terancam pasal 12 huruf e UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Kuhp. Ancaman hukuman 4 - 20 tahun dan denda Rpv200 juta sampai 1 miliar. Seperti diberitakan sebelumnya, tersangka tertangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) di lingkungan Kantor ATR/BPN Kabupaten Malang, Jalan Dieng, Kota Malang, oleh Satreskrim Polresta Malang Kota, Senin (20/2/23) lalu. Saat itu, korban melapor ke Polisi dengan dugaan, kotban pemerasan. Korban diminta biaya proses pengurusan Sertifikat, sebanyak Rp 80 juta. Korban melakukan pembayaran 2 kali masing masing Rp 40 juta. Saat pembayaran pertama, terdakwa langsung tertangkap tangan. Dari keterangan korban, pihaknya sudah mengurus SHGB sejak lama. Namun, tidak segera jadi. Dan dari oknum tersebut, kalau mau cepat mengurus harus mengeluarkan sejumlah uang. Sementara itu, Andi Yobby, selaku kuasa hukum D menjelaskan, jika D dipersalahkan, seharusnya ada pihak lain lagi, yang juga disalahkan. "Klien saya ini, tidak tahu proses awalnya. Pokoknya ya ngurus saja. Saat masuk membawa uang, memang ada yang membukakan pintu dengan finger print, yakni seorang honorer. Jadi masih ada pihak pihak lain, yang juga harus bertanggungjawab,," katanya. (edr/ono)
Sumber: