Penjelasan Ustaz Abdul Somad Soal Perbedaan Hari Raya Idul Adha di Indonesia dan Arab Saudi

Penjelasan Ustaz Abdul Somad Soal Perbedaan Hari Raya Idul Adha di Indonesia dan Arab Saudi

Surabaya, Memorandum.co.id - Pemerintah telah menetapkan hari raya Idul Adha 1444 Hijriah jatuh pada Kamis, 29 Juni 2023. Keputusan tersebut berdasarkan sidang isbat yang digelar Kementerian Agama (Kemenag) pada 18 Juni 2023. Sementara itu Kerajaan Arab Saudi telah memutuskan hari raya Idul Adha jatuh pada 28 Juni 2023. Pelaksanaan hari raya Idul Adha ini bersamaan dengan maklumat yang dibuat PP Muhammadiyah yang juga menetapkan tanggal yang sama. Tanggapan Ustaz Abdul Somad Adanya Perbedaan hari raya Idul Adha Penjelasannya soal perbedaan hari Raya Idul Adha tahun ini, cukup mengejutkan. Tapi, justru di sinilah, Ustaz Abdul Somad menunjukkan betapa perbedaan adalah rahmat yang harus disyukuri. Bermula dari seorang jemaah bertanya kepada Ustaz Abdul Somad, jemaah tersebut bertanya, sebaiknya mengikuti keputusan pemerintah atau waktu yang ditetapkan di Arab Saudi. "Kita ikut Makkah apa Pekanbaru Ustaz?" dilansir dari akun Instagram @ustadzabdulsomad_official. Ustad Abdul Somad pun menjawab, bahwa antara Makkah dan Indonesia memiliki mathla' masing-masing. "Makkah itu punya mathla' sendiri, Pekanbaru punya mathla' sendiri,"jawab dai yang akrab disapa UAS tersebut. Perbedaan ini yang membuat waktu di masing-masing negara berbeda, yang juga mempengaruhi waktu pengerjaan ibadah. Dengan demikian, masyarakat di Indonesia tidak bisa mengikuti waktu di Makkah. Makkah Punya Syuruq sendiri "Makkah punya syuruq sendiri, Pekanbaru punya syuruq sendiri. Tak sama," kata Ustad Abdul Somad. "Mana bisa kita ikut Makkah. Kalau kita di Pekanbaru ikut Makkah. Berarti salat zuhur kita jam 15.30 WIB," imbuhnya Lantas jika mathla' tersebut mempengaruhi waktu di masing-masing wilayah, mengapa Arab Saudi lebih dahulu merayakan Hari Raya Idul Adha daripada Indonesia? Dijelaskan Ustad Abdul Somad, bahwa dasar penentuan waktu untuk mengerjakan ibadah dengan penentuan penanggalan itu berbeda. Dasar penentuan waktu salat, kata UAS, menggunakan waktu berdasarkan perjalanan matahari. Sementara dasar penentuan penanggalan menggunakan hilal (bulan). "Waktu sholat pakai waktu matahari, kita di timur lebih dulu. Kalau awal bulan tu ikut Hilal, bulan yang di barat lebih dulu,' terang Abdul Somad. Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah Lalu bagaimana dengan puasa Arafah yang dikerjakan pada waktu bersamaan dengan wuquf di Arafah? Ustad Abdul Somad menjelaskan, ibadah puasa Arafah yang dikerjakan umat muslim di Indonesia, tetap mengikuti mathla' daerah masing-masing. "Wuquf ikut apa? Ikut tanggal 9. Tanggal 9 ikut apa? Ikut tanggal 1. Tanggal 1 ikut apa? Ikut hilal. Jadi puasa itu tanggal 9, bukan tanggal 8, bukan pulak tanggal 10. Ikut mathla' daerah masing-masing" jelasnya. Ustad Abdul Somad juga menambahkan, perbedaan waktu perayaan Idul Adha ini bukan hanya terjadi pada zaman modern saat ini. Perbedaan ini juga pernah terjadi pada zaman kerasulan Nabi Muhammad SAW. "Kuraib dari Madinah ke Syam. Di Syam mereka melihat Hilal malam Jumat. Ibnu Abbas di Madinah melihat Hilal malam Sabtu," tulis UAS. "Syam dengan Madinah aja beda mathla', apalagi Makkah dengan Pekanbaru," sambungnya. Apa itu mathla' ? Adapun yang dimaksud dengan mathla’ yaitu saat terbitnya hilal di suatu wilayah (negara)’. Dalam penjelasan di situs almanhaj.or.id seiring dengan perjalanan bulan dan matahari, pergantian siang dan malam, menyebabkan perbedaan terbitnya hilal di masing-masing wilayah. Karena perbedaan ini, maka tidak mustahil memunculkan perbedaan dalam menentukan pelaksanaan perkara-perkara ibadah, seperti puasa, hari ‘Id ataupun haji, serta aktivitas ibadah lainnya. Penjelasan Ustad Abdul Somad memang sesuai kebenaran yang diajarkan Islam. Perbedaan tidaklah menjadi jurang pemisah tali persaudaraan atau membelah umat Islam jadi berkelompok-kelompok. Tapi, justru perbedaan itulah sebagai rahmat. (*/Rdh)

Sumber: